Sunday, April 15, 2012

Aksi Demi (Kebodohan) Rakyat Kecil



Menjelang Sidang Paripurna DPR terkait keputusan kenaikan BBM bersubsidi yang diundur menjadi Jumat (30/3), aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM oleh berbagai elemen masyarakat pun semakin bergejolak. Mulai dari mahasiswa, buruh, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga bahkan kepala daerah yang mewakili kepentingan parpol masin-masing pun ikut turut serta turun ke jalan. Jenis aksi unjuk rasa yang dilakukan juga beraneka unik. Mulai dari aksi damai berupa aksi mogok makan dan shalat gaib, hingga aksi anarkis perang batu dengan aparat keamanan.

Hampir semua dari aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM tersebut memiliki alasan demi melindungi rakyat kecil. ‘Melindung rakyat kecil’, sebuah argumen yang selalu dijadikan tameng. Ketika BBM naik maka membuat kebutuhan pokok meningkat dan menyebabkan rakyat kecil menderita kelaparan. Argumen klise normatif ini yang selalu diorasikan di sebagian besar aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM.
Jika kita mencoba mengkaji lebih jauh, argumen ini sungguh sebenarnya terbalik. Membiarkan harga BBM tetap, sesungguhnya adalah langkah membodohi rakyat. Ada empat alasan untuk hal ini.

Pertama, harga BBM di Indonesia merupakan harga termurah ketujuh di dunia. Rakyat Indonesia tidak banyak yang tahu tentang hal ini. Mereka pun bahkan menganggap harga ini masih mahal. Dengan harga tersebut, telah membuat rakyat manja dan tidak banyak yang memikirkan tentang diversifikasi energi. Padahal cadangan minyak dunia semakin berkurang dan harganya pun berpotensi untuk terus meningkat. Jika keadaan ini dibiarkan maka masa depan sumber energi di Indonesia akan menjadi suram. Seharusnya rakyat tahu tentang hal ini dan dengan giat memikirkan energi alternatif pengganti BBM.

Kedua, subsidi BBM yang memakan 12 % dari APBN selama ini terbukti telah salah sasaran. Hal ini dikarenakan lebih dari 50 % dampak dari subsidi BBM justru dirasakan oleh penduduk kelas menengah ke atas yang tingkat kebutuhannya lebih tinggi. Rakyat kecil seharusnya tahu tentang ini dan menuntut 12 % APBN tersebut dialihkan untuk program lain yang secara langsung memberi dampak pemberdayaan terhadap mereka.

Ketiga, kenaikan BBM dapat mengalihkan masyarakat lebih banyak untuk menggunakan moda transportasi umum. Orang-orang yang hidup dari jasa transportasi umum ini sebagian besar padahal adalah rakyat kecil. Hal ini tentu akan menguntungkan secara langsung bagi mereka karena dapat meningkatkan pendapatannya.

Keempat, kenaikan BBM meningkatkan harga kebutuhan barang terutama di daerah-daerah yang jauh dari pusat produksi. Hal ini tentu dapat memicu perusahaan pemilik produk untuk membuka pabrik-pabrik baru di daerah tersebut. Otomatis hal ini akan membuka lapangan pekerjaan baru yang jelas juga akan menguntungkan rakyat kecil.

Berdasarkan keempat alasan di atas, maka apakah masih relevan argumen aksi unjuk rasa menolak kenaikan BBM benar bertujuan untuk ‘melindungi rakyat kecil’ atau justru melindungi ‘kebodohan’ rakyat kecil. Mari berpandangan jauh ke depan demi Indonesia yang lebih cerdas.

No comments:

Post a Comment