Sunday, December 25, 2011

Menuju Parlemen Ideal Indonesia





Bagaimana format yang ideal dari sistem parlemen sebuah negara?. Pertanyaan ini menimbulkan satu pertanyaan penting: Apa yang dimaksud dengan sistem parlemen yang ideal bagi sebuah negara? Pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana mencapai atau membangun sistem parlemen yang ideal tersebut?

Tidak ada jawaban tunggal dan lengkap atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pengalaman berbagai negara juga menunjukkan banyaknya variasi jawaban atas kedua pertanyaan penting itu. Semuanya tampak kontekstual, tergantung pada situasi di tiap negara dan masyarakat baik dari sisi sejarah, konfigurasi politik, maupun pilihan-pilihan kelembagaan yang tersedia. Akan tetapi kita dapat menarik dua kesimpulan umum. Pertama, lembaga legislatif atau parlemen dapat dikatakan pas bagi sebuah negara apabila ia dapat berperan penting dalam pembuatan kebijakan negara. Parlemen yang berperan dalam kebijakan negara adalah parlemen yang tidak hanya menjadi tukang stempel (rubber stamp) inisiatif kebijakan eksekutif/presiden.

Kedua, lembaga legislatif yang ideal bagi sebuah negara adalah lembaga legislatif yang dapat mewakili rakyat secara efektif. Ini berarti, parlemen tidak saja dapat melambangkan semua kekuatan sosial politik masyarakat, tapi juga mampu menyalurkan aspirasi masyarakat dan menerjemahkannya menjadi kebijakan-kebijakan yang berpihak kepada masyarakat.

Tulisan ini berupaya memotret dengan ringkas parlemen Indonesia dari sudut pandang signifikansi peran dan efektifitasnya sebagai lembaga perwakilan demokratis. Penulis berupaya sedapat mungkin menempatkan pembahasan ini dalam konteks yang lebih luas yang memungkinkan kita melihat parlemen Indonesia diantara parlemen lainnya di dunia. Parlemen dalam tulisan ini diartikan secara longgar sebagai lembaga perwakilan rakyat. Pendefinisian secara longgar ini diperlukan mengingat Indonesia mengenal istilah MPR di samping DPR. Dalam tulisan ini MPR dan DPR dianggap sama sebagai lembaga perwakilan, di samping memang anggota MPR sebagian besar adalah DPR. Indonesia juga mengenal DPD. Namun karena ia tidak memiliki kewenangan pembuatan legislasi, maka DPD tidak menjadi pembahasan ketika membicarakan parlemen dalam tulisan ini.


Empat Fungsi Parlemen

Parlemen atau lembaga perwakilan demokratis dimanapun sesungguhnya dimaksudkan untuk melaksanakan empat fungsi utama (Barkan, 2009). Pertama, menjadi perwakilan masyarakat. Parlemen adalah mekanisme kelembagaan, melaluinya masyarakat mewujudkan pemerintahan yang representatif sehari-hari. Ia hadir untuk mewakili segmen-segmen masyarakat, termasuk membawa konflik masyarakat ke arena parlemen untuk dicarikan solusinya secara demokratis dan non kekerasan.

Kedua, membuat legislasi atau undang-undang. Pada level yang minimum ia dapat berarti sekedar meloloskan undang-undang. Pada level yang lebih signifikan, parlemen ikut membuat kebijakan publik, berpatner dengan eksekutif, dan menggunakan secara optimal input dari masyarakat sipil.

Ketiga, parlemen melakukan pengawasan terhadap eksekutif untuk memastikan bahwa kebijakan yang telah disetujui dilaksanakan dengan sesungguhnya. Keempat, parlemen, secara kelembagaan maupun individu, melayani konstituen. Di parlemen yang menggunakan sistem pemilihan distrik, layanan terhadap konstituen jelas. Tiap anggota parlemen mewakili satu distrik, sehingga tugas dan fungsinya serta konstituen mana yang harus dia layani tergambar dengan gamblang. Di parlemen yang menggunakan sistem proporsional, seringkali layanan konstituen ini tidak begitu jelas batasan-batasannya. Apapun keadaannya, fungsi layanan konstituen bermaksud memastikan bahwa yang diperjuangkan anggota parlemen memiliki akar yang kuat, yakni berbasis pada kebutuhan masyarakat.


Tantangan Parlemen Indonesia

Ada sejumlah tantangan parlemen Indonesia yang perlu segera diselesaikan. Pertama, meskipun memiliki kewenangan untuk membahas dan mengesahkan APBN setiap tahun, ketika menyusun anggaran operasionalnya sendiri, parlemen masih sangat tergantung kepada menteri keuangan (Saefullah., dkk., 2007). Berdasarkan UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara, pengelolaan anggaran parlemen menjadi tanggungjawab sekretariat jenderal. Setiap tahun, atas nama parlemen, sekretariat jenderal ikut menegosiasikan usulan anggaran parlemen dengan menteri keuangan. Hal ini membuat parlemen secara keuangan tergantung dengan pihak eksekutif, suatu hal yang aneh mengingat parlemenlah yang harus membahas dan mengesahkan usulan RAPBN dari pihak eksekutif.

Tantangan kedua adalah sekretariat jenderal parlemen sebagai lembaga pendukung utama kerja parlemen masih merupakan bagian dari eksekutif. Penunjukan Sekretaris Jenderal memang diusulkan oleh Pimpinan Parlemen namun secara administratif kepegawaian dia berada dibawah Sekretariat Negara. Pengisian staf/pegawai untuk parlemen, dengan demikian, harus mengikuti proses dan pola perekrutan pegawai secara umum yang tidak selalu cocok dengan kebutuhan lembaga parlemen (NDI, 2005). Lembaga riset parlemen (P3I) misalnya terdiri dari hanya sedikit peneliti (kurang dari 50 orang) dan kinerja mereka dipantau dan dievaluasi oleh LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang tentu saja memiliki kriteria evaluasi berbeda dari lembaga parlemen.

Tantangan ketiga dari DPR menjadi penghalang untuk menyelesaikan masalah pertama dan kedua. Tantangan ini adalah tentang citra buruk di masyarakat. Evaluasi lembaga pemantau parlemen seperti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (FORMAPPI) tahun 2009 menunjukkan bahwa citra lembaga ini di mata masyarakat masih sangat rendah. Akibatnya setiap usulan untuk perbaikan kinerja parlemen dari segi fasilitas pasti akan selalu dicurigai masyarakat. Berita terbaru adalah mengenai keinginan DPR untuk membuat gedung baru senilai 1,8 trilyun rupiah dengan alasan perbaikan fasilitas untuk peningkatan kinerja. Tanggapan masyarakat yang dapat dipantau di berbagai media menunjukkan tidak adanya kepercayaan tersebut. Masalah ketiga ini sekaligus menunjukkan apa sesungguhnya yang harus diperbaiki lebih awal di parlemen. DPR harus bekerja keras untuk menggunakan cara-cara yang strategis guna memperbaiki citranya.

Tantangan keempat yaitu keberadaan mekanisme hikmah kebijaksanaan dan kerakyatan dalam relasinya dengan eksekutif. Parlemen dan presiden memiliki kedudukan yang sama. Dengan kedudukan yang sama kuat tersebut, sistem presidensial diramalkan oleh banyak teoritisi akan banyak mengalami kebuntuan (gridlock/deadlock) dalam konteks hubungan eksekutif - legislatif (Linz dan Valenzuela, 1994; Shugart dan Carey, 1992). Hal ini dikarenakan kedua belah pihak dapat saling adu kuat dengan kewenangannya masing-masing.

Semua masalah ini, bila tidak segera direformasi, akan membuat parlemen dianggap tidak relevan oleh masyarakat. Pihak DPR tampaknya menyadari hal ini. Karenanya, sejak tahun 2006, DPR membentuk tim peningkatan kinerja (Susanti, 2007). Sayangnya, laporan-laopran dari tim kinerja ini menunjukkan bahwa fokus mereka tidak tertuju pada hal-hal yang bersifat fundamental melainkan hanya pada aspek-aspek mekanisme internal.

Parlemen Indonesia mungkin sudah dapat melambangkan semua kekuatan sosial politik yang ada di Indonesia, namun kinerjanya masih belum menunjukkan kemampuannya untuk mewakili masyarakat secara efektif. Tantangan pertama, kedua dan keempat membutuhkan perubahan sistem yang mendasar untuk solusinya. Sedangkan untuk tantangan ketiga penulis menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:


Menuju Parlemen Ideal Indonesia


Return to The Your Basic Work

Parlemen adalah wakil rakyat, dasar pekerjaannya adalah penyambung lidah rakyat. Untuk para anggota parlemen kembalilah ke pekerjaan dasar. Lebih profesional dan independen dalam membawa tuntutan rakyat. Suarakan dengan kencang jika memang itu kepentingan rakyat. Dan satu hal yang penulis tidak toleran. Jangan membawa embel-embel demi kepentingan rakyat hanya untuk menutupi kepentingan-kepentingan lain.


Transparancy and Accountability

Terkadang rakyat dibuat bingung oleh informasi-informasi media terkait dengan kinerja parlemen. Hal ini disebabkan kurangnya transparansi. Lobi tidak transparan antara pejabat di tingkat pusat dan daerah dengan parlemen sangat mungkin terjadi dan rawan korupsi. Pertanyaannya adalah apakah memang kurang transaparan atau memang harus disembunyikan agar tidak diketahui oleh publik?. Untuk para anggota Komisi di parlemen yang suka mengajukan proposal untuk hal-hal yang terkadang tidak jelas dan tidak masuk akal. Untuk ke depan diharapkan untuk lebih transparan atas proyek-proyek yang diajukan agar masyarakat tidak menebak-nebak sesuatu yang tidak akurat kebenarannya. Ingat prinsip 'wakil rakyat'!

Para wakil rakyat jelas harus bertanggungjawab. Hal ini menjadi penting karena mereka mengemban amanah dari rakyat. Namun, faktanya kebanyakan mereka kurang bertanggungjawab. Coba kita lihat, saat sidang yang jelas-jelas akan membahas tuntutan rakyat jarang sekali kursi anggota dewan terisi penuh. Hampir tidak pernah 100 persen bisa hadir semua mereka. Atau mereka hadir, tapi tertidur saat sidang berlangsung. Hanya jas yang diletakkan di kursi, tapi mereka hilang entah ke mana. Anggota dewan yang bertanggungjawab itu perlu dan penting.


Have a strong strategic vision

Parlemen harus memiliki visi yang jelas. Sebuah visi akan menjadi hal yang mutlak penting karena visi akan menjadi guide (pemandu) dalam mengemban amanah rakyat. Bak mencari pintu keluar dalam kegelapan tanpa sinar sedikitpun, sebuah visi akan menjadi cahaya untuk menuntun kita mencapai tujuan, yaitu jalan keluar. Visi itu sendiri harus berorientasikan pada upaya mensejahterahkan masyarakat. Sehingga dalam perjalanan nantinya, para anggota dewan dalam membuat atau merancang sebuah UU akan sangat berguna bagi rakyat.


Make a two ticket system

Pemilu selama ini hanya memberikan satu tiket kepada rakyat. Rakyat hanya bisa menaikkan anggota parlemen dengan mencoblos kandidat yang sesuai dengannya secara langsung. Namun, rakyat tidak bisa menurunkan mereka. Sistem dua tiket yang dimaksud adalah rakyat seharusnya juga bisa menurunkan anggota parlemen yang dinilai kinerjanya merosost dan selalu bikin 'ulah'. Jadi, tidak usah menunggu masa jabatan selama 5 tahun untuk mengganti mereka. Selain bisa menaikkan, rakyat juga bisa menurunkan mereka secara langsung.

Sumber :
http://theindonesianwriters.wordpress.com/2010/06/21/membangun-sistem-parlemen-indonesia-yang-pas-potret-lembaga-legislatif-pasca-orde-baru/
http://trionoakhmadmunib.blogspot.com/2011/11/format-ideal-parlemen-indonesia-what.html

Mengecup Takdir Dimadu


Semua kau mulai dengan cinta
Menjalin kisah penyempurnaan agama
Meskipun dengan imam yang lebih muda
Namun kau begitu teguh akan rasa percaya

Awalnya terasa begitu bahagia
Hingga kau mendapat pertanda kelahiran si buah hati
Namun sayang, Tuhan mencoba untuk mengujimu
Ia menarik kembali si buah hati sebelum bernafas di bumi

Kau tak pernah patah arang atau pun menyalahkan Tuhan
Hingga pertanda kedua pun datang
Kau terlihat begitu tak sabar menanti sang buah hati
Tapi..Tuhan masih ingin mengujimu..
Sang buah hati kedua pun menyusul kakaknya di surga..

Keluargamu pun mulai goyang
Imammu ternyata tak cukup siap menerima cobaan kedua itu
Meskipun kau telah cukup ikhlas bertawakkal
Namun imammu diamanahkan Tuhan untuk kembali mengujimu

“Aku hendak memiliki buah hati”
Imammu berujar penuh ketakutan terhadapmu dan Tuhannya
“Aku ingin kembali menyempurnakan agama”
Dunia pun serasa kiamat bagimu saat itu

Kau terdiam, terhenyak, serasa dihujam berjuta kezaliman
Perenungan memaksamu untuk bertanya kepada Tuhan
“Apakah memang seberat ini cobaan yang aku harus terima demi menunjukkan keyakinanku padaMu?”

Waktu berlalu, logika memaksa, hati meraba, pikiran mencipta keputusanmu
Kau pun mengikhlaskan imammu menunaikan pintanya
Alangkah tegar iman jiwamu, mengecup takdir dimadu
Imammu pun kini bukan lagi milikmu seorang

Kehendaknya terjamah, enam buah hati pun menjelma menjadi anak tirimu, kami..
Tapi sekali lagi, keikhlasanmu tak tertandingi
Kau sangat bersemangat dalam menuntun tumbuh kembangnya kami
Meskipun imammu sulit berlaku adil
Namun niatmu begitu lurus sehingga kau mampu mengerti itu

Tua menjemput, nikmat sehat pun mulai surut..Kau pun terbaring tak berdaya menanti panggilan Tuhan..Waktu itu pun datang..Selamat Jalan Ibu..

Menanti Reversed Brain Drain di Indonesia



Hasil Sensus Penduduk (SP ) 2010 menunjukkan bahwa pembangunan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia masih belum optimal.

Persentase penduduk 7-15 tahun yang belum atau tidak sekolah sebesar 2,51 persen dan yang tidak sekolah lagi sebesar 6,04 persen. Lalu persentase penduduk 5 tahun ke atas berpendidikan minimal tamat SMP/Sederajat sebesar 40,93 persen. Kemudian Angka Melek Huruf (AMH) penduduk berusia 15 tahun ke atas sebesar 92,37 persen. Ini berarti setiap 100 penduduk usia 15 tahun ke atas ada 8 orang yang buta huruf.

Variabel pendidikan yang ditamatkan dan AMH merupakan indikator untuk melihat kualitas SDM berdasarkan pendidikan. Data dari variabel di atas menunjukkan kualitas SDM Indonesia masih rendah.

Data-data di atas tentunya sangat ironis, mengingat Indonesia sebenarnya telah memastikan adanya jaminan pemenuhan hak dasar (basic right) atas pendidikan bagi warga negaranya. Jaminan itu secara tegas tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 pada BAB XA mengenai Hak Asasi Manusia khususnya Pasal 28C, dan Pasal 31 BAB XIII mengenai Pendidikan dan Kebudayaan.

Adapun Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 berbunyi, “Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan”, serta ayat (2)-nya mengatakan, “Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.  Demikian juga dengan cita-cita luhur bangsa yang dituangkan ke dalam rumusan mukadimah UUD 1945 sebagai salah satu tujuan didirikannya NKRI yaitu untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Pemerintah ternyata belum mampu memenuhi amanah konstitusi. Hal ini pun diperparah dengan adanya fenomena brain drain di Indonesia. Fenomena migrasinya para tenaga terdidik dan terlatih atau tenaga ahli.

Menurut Konferensi OECD-CEPII di Paris tahun 2008 angka brain drain Indonesia mencapai 5%. Meskipun ini masih tergolong level rendah dalam klasifikasi menurut Docquier and Marfouk, namun untuk jumlah 237 juta jiwa penduduk Indonesia angka ini menjadi sangat besar.

Masa depan SDM di Indonesia pun semakin suram. Tenaga ahli Indonesia kini sebagian besar berada di luar negeri. Maka pertanyaannya adalah “Haruskah para tenaga ahli tersebut kita minta untuk segera kembali ke tanah air guna mengatasi berbagai permasalahan di atas?”. Fenomena ini disebut dengan reversed brain drain.

Kedilematisan selalu menyelimuti para tenaga ahli Indonesia di luar negeri. Beberapa kondisi di dalam negeri menjadi alasan bagi mereka untuk tetap menetap di luar negeri. Ketiadaan fasilitas dan dana untuk riset; kurangnya jaminan sosial ; kurangnya prospek berkarir; konsep senioritas yang kaku, lemahnya institusi, panjangnya birokrasi; hingga pendiskreditan pendapatan dan fasilitas antara tenaga ahli asing dengan Indonesia walaupun keahliannya sama.

Ketika pola pikir di atas masih tertanam pada tenaga ahli Indonesia di luar negeri, maka reversed brain drain tidak akan pernah terjadi. Saatnya mengubah pola pikir bagi para tenaga ahli Indonesia di luar negeri tersebut. Mari jadikan berbagai alasan tersebut sebagai dorongan untuk pulang dan membenahi Indonesia. Memang harus bersakit-bersakit dahulu sebelum bersenang-senang kemudian. Mari rela berkorban demi kebangkitan peradaban bangsa.

Friday, December 16, 2011

Cukup Sudah Pendidikan Doktrin



“Animo anak-anak SMA disini terhadap kuliah sangat kecil. Tidak lebih dari 30% siswa SMA yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bagi mereka dunia kerja jauh lebih menarik ketika selepas tamat dari SMA. Potensi perkebunan sawit yang luas itu sangat menggoda mereka”, begitulah curhat yang disampaikan kepada saya oleh seorang pejabat di Kantor Dinas Pendidikan Daerah Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat. Inilah sebuah potret kecil bagaimana pola pikir yang berkembang di sebagian siswa SMA di Indonesia hari ini.

Tahun 2011 IPM Indonesia mengalami kenaikan satu peringkat dari 125 menjadi 124 dari 187 negara. Meski IPM Indonesia meningkat dibanding tahun lalu, namun Indonesia masih berada di bawah lima negara ASEAN lainnya yaitu Singapura, Brunei, Malaysia, Thailand dan Filipina. IPM merupakan ukuran rangkuman untuk menilai kemajuan jangka panjang melalui tiga dimensi dasar pembangunan manusia. Ketiga dimensi itu yakni ekspektasi tingkat hidup saat kelahiran yang merupakan indikator dari kesehatan dan harapan hidup. Kemudian kemampuan baca tulis orang dewasa yang menunjukan tingkat pengetahuan dan pendidikan. Terakhir yakni tingkat kehidupan yang layak diukur dari pertumbuhan domestik produk per kapita.

Ketiga dimensi di atas semuanya tidak lepas dari faktor pendidikan yang mengembangkan manusianya. Sistem pendidikan yang diterapkan di Indonesia mulai dari pendidikan dasar hingga tinggi adalah sistem doktrin. Metode pengajaran yang diberikan tidak mendidik siswa untuk berpikir kritis. Hal ini membuat Bob Sadino menyatakan bahwa wajah pendidikan formal di Indonesia adalah sebagai penghambat kemerdekaan seseorang dalam mengembangkan kepribadian, karir, dan usaha atau bisnis.

Sistem doktrin tidak hanya melahirkan manusia pragmatis. Menurut Rhenald Kasali sekolah di Indonesia juga akrab dengan kebiasaan mengancam, menekan, dan menakut-nakuti. Hal ini tentu merupakan salah satu akibat dari doktrin yang menular. Kebiasaan tersebut akhirnya menghambat anak didik untuk maju. Minim sekali apresiasi yang sebenarnya mampu membangun karakter optimis yang diberikan oleh para guru atau dosen di negeri ini terhadap anak didiknya. Mereka selalu menilai anak didiknya berdasarkan ilmu mereka yang telah jauh di depan.

Potret kecil yang digambarkan di Pasaman di atas adalah salah satu contoh kompleksitas akibat dari sistem pendidikan doktrin di Indonesia. Pada akhirnya sistem ini melahirkan manusia-manusia pragmatis, kapitalis, dan tidak berkarakter cerdas. Manusia-manusia inilah yang hari ini banyak bertebaran di Indonesia sehingganya berjuta permasalahan tak kunjung usai menjerat negeri ini.

Pendidikan karakter, hal inilah yang tengah digalakkan sekarang oleh berbagai kalangan untuk mengakhiri sistem doktrin. Mari kita turut membantu menanamkan karakter yang baik, karakter yang lebih patut dipuji daripada bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat adalah anugerah. Karakter yang baik adalah sebaliknya, tidak dianugerahkan namun kita harus membangunnya perlahan, dengan pikiran, pilihan, keberanian dan usaha yang keras (John Luther). Hal ini seharusnya tidak saja diaplikasikan di pendidikan formal namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini juga harus dimulai sejak dini. Mari lahirkan manusia-manusia Indonesia yang berkarakter cerdas secara holistik.

Sunday, November 13, 2011

Website “madeindonesia.info” Berbasis GIS sebagai Media Kebangkitan Perekonomian Nasional



Pengaruh perdagangan bebas di dunia berdampak sangat besar terhadap perekonomian negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Hal ini bisa dilihat dari fakta bahwa warga Indonesia lebih menyukai produk luar negeri dibandingkan produk dalam negeri sehingga menyebabkan aliran uang lebih banyak mengalir ke luar negeri. Maraknya barang import dari luar negeri yang diperdagangkan di Indonesia juga membuat semakin banyak warga Indonesia yang mengalami perubahan gaya hidup dan juga budaya. Fakta ini bisa ditemui dengan mudah di mall-mall ; tempat makan, toko busana, dan toko lainnya dengan brand luar negeri lebih diminati dari produk lokal meskipun secara kualitas tidak berbeda atau bahkan lebih baik produk dalam negeri.
Banyaknya produk-produk luar negeri yang berkualitas dunia membuat para peminat akan produk dalam negeri menurun. Mudahnya akses mendapatkan barang-barang tersebut membuat para peminat mulai meninggalkan produk-produk buatan negeri sendiri. Selain dengan mudahnya akses produksi, hal-hal lain yang berpengaruh dalam menarik minat pembeli adalah desain dan teknologi yang digunakan. Semakin baik desain dan semakin modern serta canggih teknologi yang digunakan maka semakin banyak pula peminat yang ingin mendapatkan barang tersebut.
Produk-produk luar negeri yang bebas masuk ke negara Indonesia tidak memiliki standarisasi yang kuat sehingga produk-produk tersebut semakin berkembang pesat di Indonesia. Semakin berkembangnya produk luar negeri dengan kualitas yang bersaing membuat perubahan ketertarikan konsumen. Konsumen pun lebih banyak mengonsusmsi produk luar negeri daripada dalam negeri.
Pada akhir tahun 2009 Menteri Keuangan ketika itu Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekspor Indonesia mengalami kontraksi sebesar 9,7 persen, dan impor minus 9,2 persen. Nilai impor Indonesia pada Mei 2009 mencapai US$ 7,85 miliar. Dari jumlah itu, impor nonmigas sebesar US$ 6,55 miliar, sedangkan impor migas sebesar US$ 1,3 miliar. Nilai impor itu berasal dari China (17,36%), Jepang (12,5%), Singapura (11,2%). Untuk impor dari negara-negara Asean secara keseluruhan menguasai pangsa 22,36 persen.
Pada Januari 2011 nilai impor secara keseluruhan naik 4,55 persen dibanding Desember 2010 atau naik 32,22 persen dibanding Januari 2010, terutama masih didominasi barang-barang nonmigas. Total impor barang nonmigas selama bulan pertama 2011 tercatat 9,58 miliar dolar AS. Paling banyak berupa golongan barang mesin dan peralatan mekanik serta mesin dan peralatan listrik. Nilai impor golongan barang mesin dan peralatan mekanik sebanyak 1,72 miliar dolar AS.  Distribusinya pun berubah. China masih di urutan teratas, lalu disusul Jepang (14,40%), Singapura (8,55%), Thailand (6,85%), dan Amerika Serikat (7,09%).
Maraknya barang-barang impor yang masuk ke Indonesia membuat proses produksi di Indonesia terus menurun dari tahun ketahun dan terhambat karena kurangnya minat pembeli untuk memakai barang produk hasil sendiri (Effy , 2011). Cara mengatasi perdagangan bebas di Indonesia yang paling sederhananya adalah dengan mencintai produk Indonesia sendiri. Mencintai disini berarti adalah menggunakan produk-produk dalam negeri tersebut. Hal ini dapat meningkatkan devisa negara dan juga membantu peningkatan ekonomi mikro.
Tantangan kita adalah bagaimana merubah pemikiran para konsumen dalam menggunakan suatu produk. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan memanfaatkan perkembangan teknologi media informasi. Akhir-akhir ini sebagian besar masyarakat Indonesia sangat dekat dengan dunia maya atau internet. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai media untuk merubah pemikiran para konsumen tersebut. Menurut Internet World Statistics tahun 2009 jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 25 juta orang dan terus meningkat setiap tahunnya. Pasar yang cukup besar sekitar 10% penduduk Indonesia ini menjadi alasan yang cukup kuat untuk menggunakan website sebagai media mempromosikan produk-produk dalam negeri tersebut.
Cara merubah pemikiran konsumen dimulai dengan upaya pengenalan dan sosialisasi perncerdasan kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan menggunakan barang dalam negeri serta yang paling penting mereka ketahui adalah apa manfaat utamanya menggunakan produk dalam negeri. Mereka harus mengetahui apa signifikansi terhadap kondisi perekonomian nasional jika menggunakan produk-produk dalam negeri.
Upaya ini sebelumnya telah pernah dilakukan oleh pemerintah melalui Departemen Perdagangan adalah dengan membuat program “100% produk Indonesia”. Namun ternyata upaya ini masih belum cukup maksimal dan membumi di masyarakat Indonesia. Program-program yang dibuat sebagian besar tidak memiliki upaya sosialisasi, pemeliharaan, pengembangan, dan keberlanjutan yang baik. Padahal hal tersebut merupakan salah satu kunci keberhasilan program. Selain itu beberapa pihak swasta pun juga telah mencoba berbagai upaya lain. Salah satunya yaitu dengan membuat website yang diberi nama “produk Indonesia”. Namun ternyata upaya ini juga memiliki kelemahan seperti yang dilakukan pemerintah. Selain itu produk-produk yang ditawarkan ternyata juga tidak semuanya produk dalam negeri.
Maka dari itu penulis bekerja sama dengan Pusat Studi Islam dan Kenegaraan mencoba menjawab berbagai permasalahan di atas melalui pembuatan website “madeindonesia.info” yang berisikan data 100% asli produk-produk Indonesia yang telah berskala nasional dan selama ini belum terlalu diketahui oleh masyarakat Indonesia. Kita berharap mampu untuk memperkenalkan barang-barang produksi dalam negeri kepada masyarakat Indonesia. Dengan begitu perekonomian di negara ini dapat berkembang pesat melalui kebangkitan industri dan usaha kecil menengah (UKM) nasional. UKM merupakan salah satu kunci pertahanan ekonomi Indonesia. Hal ini terlihat fakta bahwa UKM ternyata tidak ambruk ketika resesi melanda Indonesia beberapa tahun yang lalu.
Potensi UKM indonesia sangat banyak. Hanya saja hal ini sangat disayangkan tidak sepenuhnya diketahui oleh bangsa kita sendiri atau masyarakat Indonesia. Salah satu contoh potensi tersebut dapat dilihat dari produk batik Indonesia. Produk ini sudah banyak mulai dipakai oleh desainer-desainer luar negeri. Selain itu juga ada tas merek Indonesia yang juga dipakai oleh aktris hollywood, Paris Hilton. Tas tersebut berasal dari sebuah toko di Mall Grand  Indonesia yang bernama “Alun alun”. Selain contoh-contoh di atas, sebenarnya masih banyak lagi produk-produk Indonesia berkualitas tinggi yang belum cukup dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Tulisan ini merupakan latar belakang dari proposal Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Penerapan Teknologi (PKM-T) untuk Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2012 

Taman Bacaan 'Palito Ilmu" Imami UI



Salah satu permasalahan besar di Indonesia yang hingga saat ini masih belum total pemecahannya adalah masalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini dibuktikan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2011 yang mana Indonesia masih menempati peringkat ke-108 dari 177 negara di dunia. Masalah SDM ini dipicu oleh ketimpangan pembangunan di Indonesia. Sentralisasi yang terjadi di zaman orde baru membuat ketimpangan antara desa dan kota yang sangat tinggi. Meskipun sejak reformasi otonomi daerah sudah mulai diterapkan, akan tetapi nyatanya kualitas SDM yang ada pun belum siap sepenuhnya menghadapi otonomi daerah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya raja-raja kecil di daerah-daerah dengan kasus korupsi.

Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami permasalahan SDM yang cukup berat adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang cukup rendah kualitas penduduknya secara umum dibandingkan dengan 13 daerah tingkat dua lainnya di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini terbukti dengan rendahnya ratio pendidikan penduduk, fasilitas kesehatan, dan masih rendahnya kesejahteraan khususnya dibidang pendapatan. (Azizon, 2009).

Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abit menyatakan bahwa selama ini Pesisir Selatan memang dinilai lemah dalam hal kualitas sumber daya manusia. Salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya mutu pendidikan serta masih tingginya angka putus sekolah. Pendidikan merupakan hal penentu bagi kemajuan suatu daerah, sehingga pembangunan SDM menjadi hal penting dan mendesak yang harus segera dilakukan dan terus ditingkatkan.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ternyata angka putus sekolah salah satu penghambat percepatan pengentasan kemiskinan. Kemiskinan itu bertahan subur, karena tingkat pendidikan yang rendah. Ini bisa dilihat berdasarkan data yang ada. Sebab lebih dari 80 persen jumlah penduduk miskin itu, ternyata berasal dari mereka yang tidak mengenyam pendidikan hingga ke jenjang SMA.

Himpitan ekonomi memang salah satu penyebab penduduk miskin itu tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Jika itu masih terus berlangsung, sehingga secara turun temurun mata rantai kemiskinan itu tidak akan putus. Pemerintah setempat telah berupaya untuk memecahkan masalah ini. Salah satunya dengan diterapkannya program “Wajar (wajib belajar) 12 tahun” sejak tahun 2008. Namun upaya ini ternyata masih belum cukup maksimal karena subsidi yang diberikan pemerintah masih jauh dari cukup.

Kelemahan program Wajar 12 tahun oleh pemerintah setempat adalah program ini hanya berupa anjuran untuk mengikuti sekolah formal dengan bantuan subsidi yang sangat kecil. Hal ini membuat masyarakat tidak terlalu memperhatikan hal ini dan juga bahkan kecewa dengan subsidi yang sangat kecil. Tidak ada pencerdasan tentang arti penting pendidikan kepada masyarakat secara langsung. Padahal sebenarnya hal inilah yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, dalam hal ini terutama penduduk dalam usia pelajar.

Etnis mayoritas di Pesisir Selatan sama seperti etnis utama di Sumatera Barat, yaitu Minangkabau. Kebudayaan Minangkabau memiliki sebuah potensi besar dalam sektor pendidikan. Potensi itu adalah keberadaan surau atau mesjid sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Surau tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai pusat pendidikan. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai solusi atas masalah SDM yang terjadi di Pesisir Selatan.

Selama ini surau di Sumbar juga telah banyak kehilangan identitasnya akibat munculnya berbagai sekolah formal. Hal ini memang tidak sepenuhnya salah, hanya saja surau di sini seharusnya mesti tetap memiliki peran di bidang pendidikan. Maka dari itu diperlukan upaya kreatif yang bisa menjadi solusi atas masalah SDM di Pesisir Selatan dan juga untuk mengembalikan peran surau di sektor pendidikan. Akhirnya penulis mencoba mengurai upaya kreatif tersebut dalam bentuk pendirian taman bacaan di surau dalam kemasan yang menarik sehingga memudahkan semua kalangan masyarakat dalam mengakses ilmu pengetahuan. 

Penulis memilih Nagari atau Kelurahan Kambang sebagai lokasi karena berdasarkan keterangan penduduk setempat kecamatan ini memiliki kondisi relatif paling parah dibanding kecamatan lain. Taman bacaan ini diberi nama “Palito Ilmu” Imami UI. “Palito Ilmu” berarti cahaya ilmu. Sedangkan Imami UI dikarenakan taman bacaan ini nanti dalam penyelenggaraannya akan bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Minang (Imami) UI yang memang memiliki kegiatan sosial rutin setiap tahun di Sumatera Barat.

Tulisan ini merupakan latar belakang dari proposal Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) untuk Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2012

Onde-Onde Pelangi Nusantara



Indonesia adalah negara yang terkenal dengan beragam budayanya. Hal ini merupakan suatu warisan kekayaan yg patut kita lestarikan selalu. Salah satu ciri keragaman itu bisa di lihat dari beragam kuliner yg ada di Indonesia. Hal ini tidak mengherankan, karena kekayaan kuliner adalah hasil dari kebhinekaan Indonesia.

Jajanan merupakan suatu jenis kuliner yang sangat dekat dengan masyarakat. Ada banyak jenis jajanan yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah onde-onde. Jenis jajanan ini sangat akrab ditemui dengan isi pasta kacang hijau dan berwarna coklat. Meskipun ada beberapa yang mencoba variasi lain, namun tidak terlalu popular.

Oleh karena itu kami mencoba membuat onde-onde terobosan baru, yaitu onde-onde pelangi nusantara. Onde-onde Pelangi Nusantara merupakan sebuah onde-onde yang memiliki warna beraneka ragam dan di dalamnya memiliki isi atau rasa dengan cita rasa khas nusantara seperti abon, bakso, rendang, serta telur. Program ini kami buat karena berdasarkan pengamatan kami, bahwa dipasaran belum ada produk berupa onde-onde pelangi. Kebanyakan hanya berupa onde onde biasa berisikan kacang ijo dan variasinya hanya dalam ukurannya saja.

Kami berusaha menciptakan inovasi baru untuk jenis makanan tradisional ini. Hal ini di harapkan dapat menarik perhatian dan minat masyarakat terhadap jenis makanan tradisional ini agar tetap laku di pasaran. Karena menurut kami pada saat ini pasar onde onde sebagai jajanan khas nusantara sudah mulai melemah karena bersaing dengan jenis makanan lain yang lebih menarik di mata masyarakat.

Onde-onde ini akan dipasarkan dalam bentuk kemasan paket agar lebih menarik dimana didalamnya akan ada beraneka rasa. Harga yang ditawarkan cukup bersahabat, yaitu hanya Rp. 2500/kemasan (5 pcs). Target pasar adalah semua sivitas akademika di Universitas Indonesia. Apabila rencana ini berjalan dengan lancar dan produk kami masyarakat dengan baik di Universitas Indonesia maka dalam jangka panjang bukan tidak mungkin hal ini bisa mengembangkan onde onde pelangi ini menjadi sebuah makanan khas kota Depok mengingat belum ada makanan khas yang dapat dijadikan buah tangan dari kota Depok.

Tulisan ini merupakan latar belakang dari proposal yang disertakan dalam Program Kreatifitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKM-K) untuk Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2012

Wednesday, September 21, 2011

Antara ‘Penting’ dan ‘Kepentingan’





“UI memiliki visi yang besar, yaitu ingin membangun peradaban”

Kalimat di atas berulang kali ditegaskan dalam presentasi seputar profil Universitas Indonesia (UI) di kegiatan mahasiswa baru UI 2011 oleh Gumilar Rusliwa Soemantri, Sang Rektor UI yang akhir-akhir ini menjadi kalem. Padahal saat presentasi ketika itu di hadapan lebih kurang 6000 mahasiswa baru sang rektor begitu percaya diri dan optimis menyampaikan sejumlah mimpi-mimpi besar UI berupa sejumlah proyek pembangunan yang fantastis. “Semua itu terjadi dari tahun 2007-2012”, ujar sang rektor berapi-api ketika itu. Hal ini menyiratkan dengan sangat jelas bahwa kalimat itu adalah diksi lain dari kalimat “semua itu karena saya dan (mungkin) pilihlah saya kembali untuk periode berikutnya”.

Hanya berselang lebih kurang sekitar tiga minggu setelah presentasi itu sang rektor lalu tiba-tiba berubah menjadi kalem. Sang rektor muncul di media massa dengan nada kalimat yang sangat santun sekali, sangat berbanding terbalik jika dibandingkan dengan nada-nada setiap kalimatnya ketika presentasi tiga minggu sebelumnya. “Saya meminta maaf”, ujar sang rektor di media massa terkait masalah kontroversi pemberian gelar doktor honoris causa terhadap Raja Arab Saudi. Masalah yang disebut sebagai puncak gunung es berbagai permasalahan di UI ini pun kini telah berhasil menyemburkan berbagai permasalahan (kebohongan) lain ke permukaan. Sang rektor pun berada dalam status awas. Inilah akibat dari kekhilafan sang rektor yang gagal memisahkan antara ‘penting’nya menjaga amanah mencapai visi UI dengan ‘kepentingan’ menjaga citra melalui kebohongan.

Lima hari setelah lebaran, Senin (05/09) segenap sivitas akademika UI berkumpul di FE UI untuk mengadakan kegiatan yang diberi nama Orasi Ilmiah dari Prof. Emil Salim (Guru Besar UI). Orasi ilmiah tersebut membahas seputar gunung es berbagai permasalahan di UI yang disepakati ketika itu diakibatkan oleh sistem tata kelola UI yang kurang baik. Sejumlah tokoh besar di UI pun juga angkat bicara ketika itu menyumbangkan pemikiran (kampanye)-nya. Hadir ketika itu beberapa Dekan Fakultas, para guru besar, ketua lembaga-lembaga mahasiswa, dan perwakilan dari paguyuban pekerja.

Beberapa hari sebelumnya Thamrin Tamagola (Dosen FISIP UI) yang paling gencar membuka aib UI di media berucap labil “he must go out”, tujunya untuk sang rektor. Tak lama setelah itu, berbagai tokoh pun juga ikut bermunculan berebut menjadi dewa penyelamat atas kisruh yang terjadi di UI. Hingga akhirnya muncul desas-desus bahwa semua alur kisruh tersebut telah diskenariokan oleh oknum-oknum tertentu demi mencapai kepentingannya. Tak mau ketinggalan juga, oknum mahasiswa yang mungkin tidak mengetahui skenario tersebut juga ikut mengambil peran berebut kepentingan di dalamnya.

Tidak ada seorang pun yang saat ini cukup tahu isi hati sejumlah tokoh atau oknum tersebut. Yang pasti berbagai atribut bertuliskan ‘save UI’ saat ini bertebaran di UI. Apakah segala daya upaya yang mereka lakukan memang murni dan tulus sesuai dengan tulisan di atribut-atribut itu?. Ataukah memang benar semua hanya demi kepentingan mengejar ambisi pribadi?. Belajarlah dari pengalaman sang rektor.

Inilah potret kaburnya batasan antara hal penting dan pentingnya sebuah kepentingan hari ini. Padahal tokoh masa lalu kita adalah mereka yang memiliki kompetensi, kedekatan dengan rakyat, dan minim kepentingan pribadi. Sangat berbeda dengan saat ini dimana para tokoh mengalami defisit integritas dan kesederhanaan serta dibanjiri kepentingan.

Saturday, September 10, 2011

Padamu Negeri


Sabtu, 15 Januari 2011
Pasaman Barat

“Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik, namun ternyata mereka belum cukup bisa menerima”, gumamku dalam hati sembari berusaha untuk terus ikhlas. Bus yang aku tumpangi masih berjalan cukup pelan karena muatannya yang belum terlalu penuh. Aku mencoba memutar kepalaku untuk mengamati manusia-manusia di sekelilingku. “Apakah mereka semua juga turut serta bersalah terhadap hal itu?”, aku terus bertanya-tanya dalam hati yang ternyata memang belum sanggup untuk ikhlas. Aku menarik nafas panjang dan kemudian melempar pandanganku ke arah jendela bus. Aku mencoba menikmati pemandangan bentang alam yang tersedia di sepanjang jalan untuk mengikhlaskan hatiku.

Rabu, 12 Januari 2011
Padang

“Sudahlah, tidak mungkin!, biarkan saja yang satu itu!”, ujar Yoga. Dia adalah rekanku dalam organisasi Ikatan Mahasiswa Minang Universitas Indonesia (Imami UI). Imami UI memiliki kegiatan rutin di Sumatera Barat setiap bulan Januari sejak tahun 2003. Kegiatan yang merupakan rangkaian berbagai acara itu dikenal dengan nama “Kampus Goes to Kampuang (KGTK)”. Kegiatan ini adalah berupa sebuah gerakan membangun negeri yang sasaran utamanya adalah para pelaku pendidikan di Sumatera Barat (Sumbar). Rangkaian acaranya selalu mengalami perkembangan setiap tahun.

Pada tahun 2011, rekanku Yoga Tamala yang akrab disapa Yoga diamanahkan sebagai Project Officer (PO) dari KGTK 8. KGTK 8 memiliki rangkaian kegiatan yang terdiri dari Lomba Desain dan Fotografi, Roadshow ke 112 SMA, Simulasi Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), Studi Islam dan Adat (SILAT), Bedah Kampus UI, dan Minangkabau Culture Festival (MCF). Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan selama sebulan penuh di bulan Januari, bertepatan dengan libur kuliah semester ganjil kami. Untuk mengoptimalkan kinerja maka kami membuat sistem pembagian wilayah Sumbar menjadi 16 wilayah yang masing-masingnya memiliki tim di tiap wilayahnya.

Siang itu kami berdebat tentang bagaimana nasib wilayah Pasaman Barat yang mengalami masalah sumber daya manusia (SDM). Koordinator wilayahnya yang merupakan satu-satunya orang yang diharapkan mampu menggerakkan wilayah itu ternyata belum melakukan Roadshow ke SMA di wilayahnya karena dia masih berada di UI untuk kepentingan lain. Padahal Roadshow adalah rangkaian yang sangat penting dalam kegiatan ini. Roadshow memberikan motivasi, inspirasi, serta informasi tentang pendidikan tinggi dan juga memberikan info tentang rangkaian kegiatan yang lain. Hal ini tentu turut mempengaruhi keberlangsungan rangkaian kegiatan tersebut.

“Tidak apa-apa, kalau begitu biar aku saja sendiri yang pergi”, ujarku menjawab kepesimisian Yoga. Tadi pagi Yoga baru datang dari tanah kelahirannya di Maninjau, sementara aku memang lahir disini, di Padang kota tercinta. Hari ini agenda Yoga adalah menyelesaikan segala masalah birokrasi demi kesuksesan acara dan siangnya dia akan berangkat ke wilayah Solok Selatan yang juga mengalami kekurangan SDM. SDM disana hanya berjumlah dua orang dan keduanya adalah wanita. Sementara itu wakil PO yaitu Iqbal bersama dengan Ichwan sebagai salah satu tim inti juga dalam kepanitiaan KGTK 8 tersebut akan berangkat ke wilayah Dhamasraya untuk membantu masalah yang sama, kekurangan SDM.

Teman-teman panitia yang lain yang aku coba ajak untuk menemaniku ke Pasaman Barat semuanya kompak menjawab “maaf, silahkan, hati-hati ya disana. Disini juga banyak amanah”. Aku mencoba kembali memandang ke arah Yoga berharap mendapatkan solusi, tapi ternyata kepesimisannya tadi bercampur dengan bad mood sehingga jangankan solusi sinyal baik pun tidak aku dapatkan dari wajahnya. Akhirnya aku membulatkan tekad “ya sudah. Bismillah, ini akan jadi pengalaman luar biasa untukku. Aku bertanggung sepenuhnya terhadap keseluruhan acara ini. Kami telah mencantumkan di berbagai media publikasi bahwa kegiatan kami akan dilaksanakan di 16 wilayah di Sumbar. Jika Pasaman Barat tidak jadi, berarti kami telah membohongi banyak orang yang telah melihat dan membaca publikasi tersebut. Maka dari itu aku akan segera kesana untuk bertanggung jawab. Selain itu wilayah ini sangat minim memiliki mahasiswa di UI, aku berharap adanya peningkatan nilai pendidikan yang terjadi disana”, hatiku telah membuat sebuah komitmen.

Aku pun bergegas meninggalkan basecamp dan pulang menuju rumah untuk mengambil beberapa baju ganti untuk disana nanti. Di rumah aku bertemu dengan ayah dan menyampaikan keputusan yang kuambil. Ayah pun segera bertindak cepat. Dia langsung menghubungi temannya yang ada di Pasaman Barat dan memberitahu bahwa aku akan kesana dan menumpang menginap beberapa hari disana. Dari akhir pembicaraannya terlihat seperti teman ayahku yang disana menyambut baik kedatanganku. Ayah pun memberikan nomor handphone temannya tersebut dan mengantarkanku kembali ke basecamp. Dalam kegiatan ini kami menggunakan sebuah rumah milik salah satu teman panitia yang bersedia dipinjamkan sebagai kantor kami selama sebulan, inilah yang kemudian kami sebut sebagai basecamp.

Setelah sekitar dua puluh lima menit perjalanan aku pun sampai di basecamp. Ayah berpesan untuk berhati-hati disana dan seperti biasa, ayah terhebat di dunia itu selalu berpesan “jagalah shalat”. Dari basecamp aku diantar oleh teman panitia menuju bus yang akan menuju Pasaman Barat. Barang bawaanku menjadi sangat banyak karena aku harus membawa langsung kelengkapan untuk Simulasi SNMPTN yaitu soal-soal dan lembar jawabannya. Semua dikemas dalam lima kardus berukuran seperti kardus air mineral gelas. Setelah menaikkan semua barang bawaanku ke dalam bus, aku membeli beberapa potong kue untuk cemilan selama di perjalanan. Usai itu aku beranjak ke dalam bus dan menunggu penuhnya bus itu bersama dengan lamunanku. “Apakah nanti yang akan terjadi disana?, aku berharap yang terbaik”, doaku dalam hati.

Pasaman Barat

Bus melaju dalam kecepatan yang cukup cepat dan seperti biasa, aku tidak pernah cukup nyaman berada dalam bus. Aku sering merasa agak pusing karena berbagai aroma di sekitarku dan tidur menjadi solusi paling praktis untuk masalah ini. Dalam tidur aku berharap ketika bangun aku sudah sampai. Setelah sekitar lima jam perjalanan alhamdulillah akhirnya aku sampai di tempat tujuan. Disana telah menunggu teman ayahku bersama motornya. Namun ternyata setelah melihat banyaknya barang bawaanku dia kembali pulang untuk mengganti motornya dengan mobil. Aku baru pertama kali bertemu dengannya dan ia terlihat cukup baik, namanya adalah Uda Fahmi.

Mobil itu berkelok ke arah kanan dan terlihat sebuah rumah yang cukup sederhana. Kami berhenti disana dan aku dipersilahkan untuk masuk ke rumahnya oleh Uda Fahmi. Keluarga Uda Fahmi cukup ramah terhadapku, aku dipinjamkan sebuah kamar yang cukup nyaman untuk ditempati selama aku disini. “Jadi bagaimana rencana perjalananmu selama disini?”, tanya Uda Fahmi padaku usai makan. “Besok atau hari pertama aku rencananya akan mengurus birokrasi dulu da. Aku akan ke Kantor Bupati untuk audiensi dengan Bupati dan sekaligus mengajukan permohonan dana. Setelah itu akan lanjut ke Kantor Dinas Pendidikan setempat untuk meneruskan surat rekomendasi kegiatan yang dari Dinas Pendidikan Provinsi agar melahirkan surat rekomendasi baru yang dari daerah setempat. Kemudian terakhir aku akan menuju dua SMA yang aku jadikan target Roadshow dan Simulasi SNMPTN, yaitu SMA 1 Pasaman dan SMA 1 Lambah Malintang”, jawabku terhadap Uda Fahmi.

Uda Fahmi bertindak cerdas, malam itu juga aku langsung diajak jalan-jalan untuk mengenalkan padaku dimana saja lokasi dari objek-objek yang akan aku tuju tadi. Ternyata cukup mudah menghafal jalan-jalan disini, karena jalan utamanya tidak banyak. Setelah aku merasa cukup yakin telah hafal jalan-jalan tersebut maka kami pun segera kembali pulang. Sebelum tidur aku menyiapkan kelengkapan surat-surat yang akan dibawa besok. “Alhamdulillah, semua telah siap. Mudah-mudahan besok berjalan lancar. Amin”, doaku sebelum merebahkan diri di kasur baruku itu.

Kamis, 13 Januari 2011

Kilauan mentari pagi memaksa menembus sela-sela dinding kayu kamar tersebut dan akhirnya kilauan itu berhasil menyorot mataku, aku pun terbangun. Tema musik pedesaan yang sudah lama tak kudengar pun mengalun harmoni ketika aku membuka jendela kamar. Aku segera bersiap-siap untuk memulai petualangan hari ini. Semua amunisi pun kembali aku periksa kelengkapannya. Aku juga dihadiahkan oleh Uda Fahmi sebuah sepeda motor Kharisma yang berumur setengah baya sebagai tungganganku nanti dalam berkelana. Aku memanggil motor itu ‘honda’.

Usai sarapan pagi yang sangat khas masakan asli Padang, aku pun segera menuju honda dan mengumpulkan segenap keyakinan untuk menungganginya. Sebenarnya aku belum terlalu lancar menggunakan sepeda motor, apalagi non-automatic seperti honda ini. Namun Bismillah menjadi modal utama keyakinanku ketika mulai menungganginya. Dengan sedikit gemetar di awal yang semakin lama memudar dan berubah menjadi percaya diri aku berhasil menjinakkan honda.

Sebelum menuju Kantor Bupati aku terlebih dahulu berhenti di sebuah warnet untuk nge-print surat-surat yang diperlukan. Wanita yang melayani di warnet tersebut cukup bersahabat. Sembari menunggu printing selesai ia bertanya tentang surat-surat yang aku print. Aku menjelaskan apa adanya dan dia terlihat cukup kaget sekaligus takjub. Setelah surat-surat tersebut beres, aku mengucapkan terima kasih kepadanya dan juga memohon doa untuk kelancaran kegiatan.

Sekitar pukul sembilan aku sampai di Kantor Bupati yang cukup luas itu. Sepertinya pembangunannya masih belum selesai, karena lahan parkir dan halaman bagian depannya terlihat belum tertata cukup baik. Aku masuk melalui sisi kanan gedung tersebut karena parkirannya berada di sisi itu. Aku menyusuri lorong menuju lobi utama. “Mohon maaf pak, mau nanya, bagian humasnya sebelah mana ya?”, aku bertanya ke satpam yang ada di lobi utama. Satpam itu pun kemudian menunjukkan padaku ruangan yang dimaksud.

Aku memasuki ruang tersebut dan menjumpai sekitar delapan sampai sembilan orang karyawan berpakaian seragam dalam posisi cukup acak. Aku pun bingung harus bertanya kepada siapa terlebih dahulu. “Karyawan sebanyak ini apakah pembagian tugasnya berjalan optimal?. Sebagian besar dari mereka terlihat hanya duduk santai bersama-sama dan ditemani gadget masing-masing”, kesalku dalam hati. Kemudian sebagian dari mereka menoleh ke arahku dan bertanya “ada apa dek?”. Aku bergerak mendekati sumber suara tersebut dan menyatakan tujuan kedatanganku. “Maaf bu, saya dari Imami UI ingin mengadakan audiensi dengan Bupati terkait kegiatan kami yang akan diadakan disini”, ujarku sopan memulai percakapan. “Maaf dek, Bupatinya sedang keluar kota. Mungkin baru pulang hari Senin. Silahkan tinggalkan saja dulu suratnya, nanti kami akan proses”, jawab karyawan itu.

Aku pun mulai memutar otak. Targetku adalah Hari Sabtu semua kegiatan disini sudah harus selesai karena minggunya aku harus membantu kegiatan selanjutnya di Padang. Jika keadaannya seperti ini maka aku harus memikirkan rencana lain. Aku pun kemudian mengikuti prosedur yang berlaku disana dan segera meninggalkan ruangan tersebut. Aku kembali menuju lobi utama dan mencoba menebak dimana ruangan Bupatinya. Pandanganku tertuju ke lantai dua, disana aku melihat banyak orang-orang berpakaian cukup rapi lalu lalang melewati tangga yang cukup elegan. Aku memastikan disanalah ruangan para petinggi itu. Aku tidak mau bertanya pada satpam karena aku yakin mereka pasti tidak akan mengijinkanku naik kesana.

Sesampai di lantai dua aku langsung menemui tulisan ‘Bupati’ terpahat di kayu warna hitam di depan sebuah ruangan yang terlihat cukup ramai. Aku tidak cukup yakin dengan jawaban para karyawan di ruangan humas tadi. Aku mendekati ruangan tersebut dan bertanya kepada seorang wanita yang duduk di belakang meja yang kuduga sebagai sekretarisnya. “Permisi bu, saya dari Imami UI ingin mengadakan audiensi dengan Bapak Bupati”, ujarku. “Maaf bapak sedang keluar kota”, jawabnya. “OK fine, berarti target selanjutnya adalah wakil bupati”, hatiku bersepakat. Di sebelah ruangan bupati aku menemukan ruangan wakil bupati. Aku pun melakukan hal yang sama seperti di ruangan sebelumnya. “Maaf, bapak sedang berada diluar hingga sore nanti”, ujar karyawan di ruangan itu.

Aku tidak patah arang. Aku melanjutkan ke ruangan sebelahnya lagi. Disana aku menemukan ruangan ‘Sekretaris Daerah’ (Sekda). Hal yang sama kembali aku lakukan. “Maaf, bapak sedang keluar. Kemungkinan nanti siang baru kembali”, ujar karyawan disana. “Ok kalau begitu nanti siang bisa bu?”, ujarku bersemangat. “Mudah-mudahan bisa”, jawabnya. Secuil harapan pun mulai muncul. Namun aku tidak berhenti sampai disitu. Aku memutar haluan menuju sisi kiri lantai dua tersebut. Disana aku menemukan ruang ‘Asisten I’. Jawaban dari hal yang sama yang aku lakukan adalah “Maaf, bapak sedang diperiksa BPK. Belum tahu akan selesai kapan”. Tinggal satu ruangan utama lagi yang belum aku masuki di lantai dua itu yaitu ruangan ‘asisten II’. Jawaban dari ruangan itu adalah “Maaf, bapak sedang ada tamu dan belum tahu sampai kapan”.

Semua upaya tersebut aku lakukan untuk dapat mengkomunikasikan secara langsung kegiatan kami terhadap mereka. Mengharapkan kepedulian mereka terhadap masalah pendidikan di daerah mereka. Namun ternyata pagi itu aku membawa tangan hampa keluar dari ruangan itu. Tidak apa-apa, aku tetap fokus pada tujuan utama ‘meningkatkan nilai pendidikan yang ada disana’. Aku pun melanjutkan perjalanan menuju destinasi kedua : Dinas Pendidikan. Jalanan lurus yang cukup panjang dan sepi mengarahkanku ke kantor tersebut. Sesampai disana ternyata Kepala Dinas Pendidikan tidak berada di tempat. Karyawan disana menjelaskan bahwa beliau tengah keluar dan aku diminta untuk kembali lagi sekitar jam tiga.

“Tetap semangat!!”, teriakku dalam hati sambil melanjutkan perjalanan menuju SMA 1 Pasaman. Sekolah tersebut berada tidak jauh dari Kantor Bupati tadi. Aku menemui kepala sekolahnya dan menyatakan maksud dan tujuanku “Saya berharap dapat melakukan Roadshow besok pagi ke kelas-kelas dan siangnya langsung mengadakan Simulasi SNMPTN-nya pak, karena waktu saya cukup terbatas disini dan kondisinya juga cukup darurat.” Sang Bapak menyambut cukup baik permohonanku. Beliau memberikan izin terhadapku dan menyerahkanku kepada Pak Budi, Wakil Kepala Sekolah Bagian Kemahasiswaan. Beliau cukup membantu ketika itu. Aku meminta untuk dapat bertemu dengan Ketua OSIS disana untuk dapat menjelaskan tentang kegiatan SILAT yang memang ditujukan bagi para ketua OSIS SMA se Sumbar. Aku berhasil menemuinya dan ia terlihat cukup tertarik. Ia mengenalkan namanya ‘Arif’.

Tidak terasa, waktu pun sudah menunjukkan jam satu siang. Aku pun memutuskan untuk Shalat Zuhur terlebih dahulu. Usai itu aku melanjutkan perjalanan kembali menuju Kantor Bupati untuk menagih janji karyawan di ruangan Sekda tadi. Sesampai disana, sang karyawan tadi menyatakan bahwa Bapak Sekda belum datang dan masih di jalan. Aku disuruh menunggu disana hingga Bapak Sekda datang. Ada sekitar empat puluh lima menit aku menunggu disana. Akhirnya ia datang dan kesempatan itu pun datang. “Kegiatan ini bertujuan untuk memberika pencerdasan kepada para siswa SMA khususnya siswa tahun terakhir untuk mulai memikirkan masa depan mereka dari sekarang pak. Kami memberikan gambaran tentang tantangan masa depan dan solusi untuk mengatasinya. Melalui dunia pendidikan tinggi dapat tercipta SDM-SDM yang berkualitas yang mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Secara khususnya kami menawarkan UI sebagai salah satu opsi terbaik melanjutkan pendidikan. Namun yang jauh lebih penting adalah bagaimana meningkatkan motivasi mereka untuk dapat melanjutkan pendidikan setelah SMA”, ujarku antusias.

“Kami menyambut baik kontribusi kalian. Memang animo siswa-siswa disini sangat kurang terhadap dunia pendidikan tinggi. Kualitas pendidikan disini bisa dikatakan sangat kurang. Semoga kegiatan ini dapat menjadi solusi terhadap permasalahan ini dan berkembang setiap tahunnya”, apresiasi dari Bapak Sekda terhadap penjelasanku. Aku pun beralih kepada bahasan tentang permohonan dana untuk kegiatan. Bapak Sekda kemudian menggoreskan tanda persetujuan di sebuah kertas yang menyatakan perintah untuk memberikan bantuan dana. Kebahagiaanku semakin meningkat. Aku disuruh mengantarkan kertas itu ke sebuah ruangan di lantai satu. Disana aku mendapatkan jawaban dari karyawan disana “nanti akan kami proses. Anggaran baru akan cair di bulan ke empat. Nanti kami akan hubungi lagi”. Sontak kebahagiaanku yang tadi meningkat grafiknya kembali turun. Beberapa saat aku merenung, hingga aku mencoba ikhlas bahwa aku sudah berusaha maksimal. Yang penting aku telah sukses menyampaikan kepada petinggi itu bahwa pemuda-pemuda negeri ini sangat peduli terhadap masa depan bangsa ini.

Usai dari Kantor Bupati aku menuju destinasi terakhir hari ini, yaitu kembali ke Kantor Dinas Pendidikan. Disana akhirnya aku berhasil menemui Kepala Dinas Pendidikan. Namun ternyata ekspektasi awalku untuk mendapatkan respon yang lebih baik lagi menjadi buyar. Aku hanya mendapatkan ekspresi datar dari Sang Kepala Dinas. Beliau menyuruhku ke lantai bawah untuk mengantarkan bukti persetujuan darinya agar bisa mendapatkan surat rekomendasi. Di lantai bawah aku bertemu dengan seorang bapak yang cukup ramah. Sambil menunggu surat tersebut selesai beliau bercerita banyak tentang kondisi pendidikan di Pasaman Barat dan juga tentang keluarganya. “Animo anak-anak SMA disini terhadap kuliah sangat kecil. Tidak lebih dari 30% siswa SMA yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Bagi mereka dunia kerja jauh lebih menarik ketika selepas tamat dari SMA. Potensi perkebunan sawit yang luas itu sangat menggoda mereka”,ujar bapak tersebut panjang lebar.

“Padahal sebagian besar mereka hanya bekerja menjadi penambang atau pembantu di perkebunan milik orang lain. Mereka seharusnya bisa mendapatkan sesuatu yang jauh lebih baik daripada itu. Namun karena keterbatasan pengetahuan dan keterampilan mereka menyebabkan mereka hanya mendapat sebagian kecil hasilnya saja” tambah sang bapak makin bersemangat. Tiba-tiba seorang karyawan lain disana datang mengantarkan surat rekomendasi yang ternyata sudah selesai. Aku pun pamit terhadap bapak tersebut dan mengucapkan banyak terima kasih atas uraiannya yang menjadi bahan kajian baru bagiku.

Matahari semakin condong ke barat dan waktu sudah menunjukkan jam empat sore. Langit terlihat mendung dan perlahan rintik hujan pun mulai mengiringi. Aku lupa ternyata aku belum makan siang. Karena rintik hujan semakin bersemangat menghujani tanah aku pun memutuskan untuk berhenti dulu untuk menjawab tuntutan perutku. Sekitar pukul enam aku sampai di rumah Uda Fahmi dalam kondisi sebagian tubuh yang basah karena hujan ternyata tidak kunjung berhenti. Usai makan malam bersama aku bersama Uda Fahmi sedikit bercerita tentang petualanganku seharian tadi. Kemudian setelah itu aku izin pamit menuju kamar dan berkompromi dengan otot-ototku yang memaksa untuk beristirahat. “Alhamdulillah hari ini aku telah mendapatkan banyak pengalaman berharga dan semoga hari esok jauh lebih baik. Amin”, doaku menyusul menutup mata.

Jumat, 14 Januari 2011

Hari ini agendaku adalah seharian full di SMA 1 Pasaman. Dari pagi hingga siang aku meneror setiap lokal kelas XII dengan berbagi informasi, motivasi, dan inspirasi seputar pendidikan. Kemudian dari setelah jum’atan hingga sore aku menjajal mereka dengan soal-soal Simulasi SNMPTN. Tepat pukul delapan pagi aku telah sampai di sekolah tersebut. Aku melapor kepada Bapak Kepala Sekolah dan kemudian seperti kemaren aku kembali diserahkan bersama Pak Budi. Pak Budi pun memberitahuku posisi delapan lokal kelas XII ; empat kelas IPS, tiga kelas IPA, dan satu kelas unggulan. Bismillah, aku pun menyiapkan mental dan suara untuk berorasi ria di depan mereka.

Strategiku adalah dengan memulai dari kelas IPS paling ujung atau yang bernomor paling besar ; XII IPS IV. Kemudian berurut hingga nomor urut terkecil, dilanjutkan dengan kelas IPA dengan cara yang sama, dan terakhir finish di kelas unggulan. Tujuannya adalah agar suaraku habis atau serak di kelas unggulan yang suasananya relatif lebih tenang. Target pertama mulai aku masuki. Aku memperhatikan wajah-wajah mereka yang bingung. Setelah memohon izin kepada guru yang tengah mengajar, aku pun mulai berorasi. “Saya punya beberapa pertanyaan untuk kalian, mohon untuk dijawab. Siapa diantara kalian disini yang sudah memiliki rencana setelah sekolah ini akan melanjutkan kemana?”, ujarku setelah berkenalan. Tanpa mengacungkan tangan terlebih dahulu beberapa suara pun terdengar menjawab “kuliah, nikah, kerja” dan beberapa jawaban lainnya yang terdengar samar-samar.

“Zaman sekarang, tantangan masa depan kalian adalah globalisasi. Apa itu globalisasi?. Nanti saingan kalian dalam dunia kerja bukan saja sesama kalian saja, tapi juga orang-orang dari luar negeri yang tentu saja bisa jadi jauh lebih hebat dari kita. Maka dari itu kalian harus mempersiapkan semua itu dari sekarang. Selepas dari SMA ini kalian harus kuliah!. Itu harga mati karena kalian telah memilih SMA, bukan SMK yang memiliki keterampilan yang spesifik dan bisa menjadi bekal dalam persaingan dunia kerja. Di SMA apa yang kalian pelajari masih ilmu dasar, belum berbentuk keterampilan atau teori yang lebih spesifik. Di pendidikan tinggilah kalian bisa mendapatkan semua itu. Ada banyak perguruan tinggi di negeri ini. Kalian boleh memilih apapun yang kalian suka, tapi tentu jangan lupa perhatikan kualitasnya” jelasku melanjutkan orasi.

Sebagian siswa di kelas itu terlihat mendengarkan dengan seksama dan sebagian lagi ada yang terlihat berupaya memahami penjelasanku. Aku terus melanjutkan uraian dengan mengenalkan kepada mereka pilihan-pilihan kampus yang ada dan bagaimana cara masuknya. Sebagian dari mereka masih banyak yang tidak kenal dengan SNMPTN. Hal ini sangat memprihatinkan, bagaimana mereka memang tidak ada niat untuk melanjutkan pendidikan dan pasrah kepada takdir setelah tamat dari sekolah.

Pada akhir penjelasan aku mengajak mereka untuk ikut serta dalam Simulasi SNMPTN agar mereka dapat mengenal bagaimana sebenarnya bentuk tes untuk masuk perguruan tinggi itu. Karena seluruh mereka yang ada di kelas itu belum pernah menjumpai soal-soal SNMPTN sebelumnya. Beberapa kondisi yang sama juga aku jumpai di beberapa kelas-kelas berikutnya. Namun semakin lama kualitas siswa yang aku temui cenderung membaik. Sesuai dugaanku dalam strategi tadi. Tujuh kelas telah berhasil aku jelajahi, hingga akhirnya sampai aku pada kelas terakhir ; kelas unggulan.

Kelas itu tampak berbeda dibanding kelas-kelas yang lain yang telah aku masuki tadi. Kelas itu jauh lebih rapi dan bersih. Bangkunya disusun terpisah masing-masing satu bersama mejanya. Konon kata Pak Budi kelas ini memang andalan dari sekolah ini. Mereka yang berada disini itu telah diseleksi dan mendapatkan pembinaan ekstra serta tinggal di asrama khusus. Ketika aku mulai berorasi disana seisi kelas tampak khidmat mendengarkan. Aku melihat wajah-wajah serius dan haus informasi dari mereka semua yang sangat khusyuk menyimak setiap detil penjelasanku. Ketika diberi kesempatan bertanya sontak hampir seisi kelas semua mengajukan pertanyaan. Aku dihantam bertubi-tubi pertanyaan hingga akhirnya waktunya tak mencukupi karena waktu Shalat Jumat sudah hampir datang.

Usai Shalat Jumat aku kembali ke rumah Uda Fahmi untuk menjemput kelengkapan Simulasi SNMPTN ; soal-soal dan lembar jawabannya. Aku ditemani oleh empat orang siswa disana yang cukup bersahabat. Mereka juga ikut bersemangat menemaniku menggopong lima kardus kertas-kertas itu bersama honda. Sekitar pukul setengah dua aku sampai kembali di sekolah untuk memulai Simulasi SNMPTN. Aku menemui Pak Budi dan bertanya kepadanya tentang bantuan pengawas ujian dari para guru disana yang awalnnya dijanjikan oleh Bapak Kepala Sekolah. Namun ternyata terjadi kesalahpahaman disini. Pak Budi menjelaskan bahwa para guru meminta bayaran atau mereka menyebutnya dengan uang transport dan makan siang untuk jasa tersebut. “Maaf pak sebelumnya, kami tidak menyediakan anggaran untuk hal itu. Kalau begitu biarlah saya berusaha semampunya. Terima kasih pak”, jawabku menyambut penjelasan Pak Budi.

Setelah memohon ijin ke Pak Budi untuk melakukannya sendiri, aku beranjak ke arah tumpukan soal dan lembar jawaban. Dalam hati aku bergumam “aku tidak mengerti apa yang ada di pikiran para guru itu. Tidak tahukah mereka bahwa kami melakukan semua kegiatan ini sama sekali tidak bertujuan untuk mencari keuntungan materi. Semua yang kami lakukan ini adalah murni semata-mata demi bakti kami terhadap negeri ini. Kami hanya ingin melihat negeri ini lebih adil, makmur, dan sejahtera. Kami yakin bahwa pemuda dapat melakukan itu semua, maka dari itu kami mulai mencerdaskan generasi mudanya. Tapi mengapa mereka bersikap seperti ini?. Sudah begitu buta kah mata mereka terhadap nilai suatu kebenaran. Inilah salah satu potret guru yang dulu pahlawan tanpa tanda jasa di negeri ini”.

Pak Budi memberikanku sebuah ruangan untuk mendistribusikan soal dan lembar jawaban tadi. Aku pun menyuruh mereka menunggu di ruangan mereka masing-masing dan ketua kelas masing-masingnya kupanggil untuk menemuiku di ruangan tadi. Para ketua kelasnya pun aku brifing terlebih dahulu mengenai pembagian soal dan cara pengerjaannya. Kemudian melalui mereka aku mendistribusikan soal-soal dan lembar jawaban tadi. Aku cukup ngos-ngosan melayani berbagai pertanyaan mereka seputar cara pengerjaan. Aku memaklumi bagi sebagian besar mereka ini adalah hal yang baru. Dalam kelelahanku aku tersenyum puas melihat antusiasme mereka.

Setelah selesai mendistribusikan soal ke semua kelas, aku mulai patroli ke kelas-kelas untuk mengecek kondisi mereka jika ada hal yang kurang dimengerti dalam cara pengerjaan. Aku memperhatikan wajah-wajah mereka yang terlihat berpikir keras menghadapi soal-soal tersebut. Aku salut melihat semangat mereka. Usai berpatroli di kelas-kelas aku pun kembali ke ruangan tadi dan duduk sejenak mengisi perutku dengan beberapa snack yang tadi telah aku persiapkan sebagai pengganti makan siang. Sekitar satu jam kemudian beberapa siswa tampak telah selesai mengerjakan soal. Sebagian dari mereka sambil tersenyum berkata kepadaku “soalnya susah sekali kak. Kita butuh persiapan lebih lagi sepertinya”. “Terus latihan”, ujarku membalas senyumnya.

Aku kemudian menghampiri kelas-kelas yang telah usai sembari mengumpulkan lembar jawaban mereka. Beberapa siswa yang belum cukup puas untuk bertanya ketika di kelas tadi melanjutkan keingintahuannya ketika itu. Aku kembali dihujani banyak pertanyaan-pertanyaan yang mencerminkan semangat mereka. Usai aku menjawab pertanyaan-pertanyaan itu mereka pun mengucapkan terima kasih sembari mencium tanganku. Aku terharu meresapi ketulusan mereka. Sekitar pukul lima sore akhirnya semua berhasil dibersihkan bersama bantuan beberapa siswa yang luar biasa itu. Usai pamit dan mohon izin terhadap warga sekolah itu, aku pun kembali menuju rumah Uda Fahmi. Hari ini adalah hari paling luar biasa dalam hidupku.

Sabtu, 15 Januari 2011

SMA 1 Lambah Malintang berada cukup jauh dari rumah Uda Fahmi. Harus menempuh sekitar empat puluh lima menit perjalanan untuk dapat menjangkau lokasi sekolah tersebut. Aku pun berangkat lebih pagi menggunakan motor dan kelengkapan Simulasi SNMPTN aku titipkan lewat angkot yang lewat di depan sekolah itu. Dalam perencanaan aku berharap dapat melakukan hal yang sama seperti yang aku lakukan di sekolah sebelumnya. Paginya aku Roadshow dan siangnya Simulasi SNMPTN. Aku sampai disana sekitar pukul sembilan pagi. Aku langsung bergegas menuju ruang kepala sekolahnya dan ternyata beliau tidak di tempat. Aku pun terpaksa berhadapan dengan para wakil kepala sekolahnya.

Ternyata rencana awalku pun menjadi berantakan. Sang Bapak Wakil Kepala Sekolah menolak permohonanku. Beliau menyuruhku untuk kembali kesana Hari Senin. Beliau beralasan tidak bisa memutuskan tanpa kepala sekolah, tidak bisa mendadak, bagi hasil untuk sekolah tidak jelas, dan berbagai alasan lain pun dilontarkan beliau untuk menolak soal-soal dan lembar jawaban yang telah datang di sekolah itu. Aku mencoba mencari jalan keluar. Untung saja tiba-tiba Romi, koordinator wilayah itu menelponku dan menanyakan kondisi di wilayahnya. Aku pun memberitahu semuanya. Romi menyatakan bahwa ia akan segera sampai di Pasaman Barat hari ini. Aku pun segera kembali menghadap Bapak Wakil Kepala Sekolah dan memberitahukan bahwa nanti hari Senin Romi akan datang kesini sesuai keinginannya.

Waktu menunjukkan pukul sebelas siang. Aku pun menyusuri jalanan kembali dari sekolah itu menuju rumah Uda Fahmi bersama si honda. Sesampai di rumah, aku segera memohon ijin untuk pamit kepada keluarga Uda Fahmi untuk kembali ke Padang. Tak lupa terima kasih yang sebesar-besarnya aku ucapkan kepada keluarga sederhana yang baik hati itu. Uda Fahmi mengantarkanku hingga naik ke dalam bus. Kami pun berpisah. Terima kasih Uda Fahmi.

“Aku sudah berusaha melakukan yang terbaik, namun ternyata mereka belum cukup bisa menerima”, gumamku dalam hati sembari berusaha untuk terus ikhlas. Bus yang aku tumpangi masih berjalan cukup pelan karena muatannya yang belum terlalu penuh. Aku mencoba memutar kepalaku untuk mengamati manusia-manusia di sekelilingku. “Apakah mereka semua juga turut serta bersalah terhadap hal itu?”, aku terus bertanya-tanya dalam hati yang ternyata memang belum sanggup untuk ikhlas. Aku menarik nafas panjang dan kemudian melempar pandanganku ke arah jendela bus. Aku mencoba menikmati pemandangan bentang alam yang tersedia di sepanjang jalan untuk mengikhlaskan hatiku.

Padamu negeri kami berjanji
Padamu negeri kami berbakti
Padamu negeri kami mengabdi
Bagimu negeri jiwa raga kami


Cerpen ini diikutsertakan dalam Lomba Cipta Cerita Pendek Pemuda 2011 oleh Kementrian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) RI

Saturday, August 20, 2011

Pembunuhan di Bulan Suci




Kisah ini terjadi di bulan Ramadhan ketika ane masih duduk di bangku SD gan. Ane kurang inget pasti kelas berapanya. Hari itu, puasa baru jalan setengah hari. Di dapur rumah ane nyokap dan kakak lagi pada bikin kue buat lebaran. Sementara ane, terkapar di atas lantai marmer kamar bonyok ane gan. Ya waktu itu baru kamar bonyok ane yang lantainya pake marmer. Secara, marmer kan dingin gan, jadi ane ya tengkurep disana buat ngobatin perut dan sekujur badan ane yang mendadak jadi lemes banget abis bantuin nyokap dan kakak bikin kue di dapur.

Awalnya ane semangat banget gan bantuin nyokap dan kakak di dapur bikin kue lebaran. Udah kebiasaan soalnya, lumayan bisa jadi alasan buat ane ke bokap. Daripada disuruh bersihin pagar ato halaman ato kerjaan-kerjaan berat lainnya mending ane nyari excuse bantuin nyokap bikin kue di dapur. Kerjaannya ringan dan baunya juga enak, hehe. Itu mindset ane waktu SD gan, jangan digeneralisir sampe sekarang ya. Sekarang InsyaAllah udah gak lagi, amin. Hehe.

Baru beberapa lama ane bantuin di dapur tiba-tiba badan ane jadi lemes dan bawaannya pengen tengkurep biar lemesnya ilang. Jadinya ya ane langsung cabut deh ke kamar bonyok trus tengkurep di marmer bagian deket pintu kamar, biar masi bisa juga nyium bau kue-nya, haha, tetep gak mau rugi. Tapi tiba-tiba ane ngerasa aneh. Ada yang gerak-gerak di kaki ane dan makin lama kayak jalan makin ke atas. Trus ane pun berdiri dan langsung ngeliat ke kaki dan sontak ane pun teriak “sipasaaaaaaan!!!”. Pasti pada bingung yaa itu bahasa planet mana?. Sipasan itu Bahasa Minang yang artinya Kelabang atau lipan gan. Ya sipasan berukuran segede spidol whiteboard bertualang di kaki kanan ane gan.

Waktu ane berdiri dan teriak sekalian ane juga gak lupa buat memberikan pukulan spontan ke sipasan tersebut dan ia pun melayang dan mendarat di lantai. Ane pun langsung meluncur dalam kecepatan tinggi melanggar rambu-rambu menuju dapur. Disana ane melaporkan berita kejadian perkara kepada mereka yang lagi pada adem ayem. Mereka pun langsung bertindak dengan membawa sejumlah peralatan tempur menuju TKP. Beberapa saat kemudian di TKP kemudian terjadi pertempuran tanpa perlawanan. Hujan pukulan tongkat sapu, sepatu, dan berbagai benda keras lainnya pun menginvasi kelangsungan hidup sipasan tadi yang ternyata belum sempat kabur dari TKP. Tak ayal dalam beberapa saat sipasan itu pun menemui ajalnya. Inna ilaihi wa inna ilaihi rajiun.

Seluruh pasukan pun menarik napas lega usai memenangi pertempuran itu. Sebuah ancaman bahaya telah berhasil ditumbangkan. Para pasukan pun kembali ke dapur dan kembali normal ; bikin kue lebaran. Sementara ane, ditugasi untuk membuang jenazah musuh ke luar wilayah pertahanan. Ane mengangkat jenazah itu dengan perasaan dilema antara dosa dan puas terhindar dari bahaya. Tapi ketika itu ane lebih berat ke kepuasan karena alhamdulillah kagak digigit. Usai membuang jenazah itu ane pun gak berani lagi tengkurep disana. Baru itu hikmah yang ane dapet waktu itu.

Tapi sekitar sepuluh tahun kemudian waktu ane lagi kehabisan kesibukan dan nyoba buat nyari kesibukan. Ane pun ngebuka info lomba bulan Agustus di laptop ane dan ane nemuin lomba nulis kisah ramadhan serambi FH UI. Beberapa menit mikir, akhirnya ane nemuin hikmah selanjutnya dari kisah di atas sehingga akhirnya ane ngikutin tu kisah ke ntu lomba. Hikmah selanjutnya adalah jangan suka ngeles, jangan manja ama puasa, jangan tidur dan males-malesan, dan yang paling utama adalah jaga hawa nafsu termasuk nafsu membunuh binatang. Ini kisah ramadhan ane, ente gimana gan?

Tulisan ini berhasil meraih juara favorit dalam Lomba Menulis Kisah Ramadhan Serambi FH UI.

Tuesday, August 16, 2011

Sudahi Perih Ini : Nyanyian untuk Kaum Kapitalis



Kajian Pengelolaan Sumber Daya Alam Pertambangan di Indonesia

Renungan 66 Tahun “Kemerdekaan?”

Apa yang harus
Ku lakukan lagi bila kau tak lagi tau diri
Karena aku hanya negara berkembang
Yang tak kau anggap
Aku tlah coba untuk memahamimu
Tapi kau tak peduli
Cukup sudah Kau mengurasi alamku lagi
Serpihan perih ini
Akan membawa mati
Aku mencoba
Membagikan segala yang telah aku punya
Namun semuanya hanya sia-sia percuma
Aku tlah coba untuk bernegosiasi
Tapi kau mengingkari
Sampai kapan Bisa membuatmu mengerti
Membuat aku bermakna
Di hatimu di matamu..wahai kaum kapitalis


Kutipan lagu di atas merupakan gubahan dari lagu dari Grup Band D’Massiv yang diubah untuk menunjukkan suara hati amanah konstitusi bangsa kita yang menginginkan kembali sumber daya alam dan kekayaan yang kita miliki untuk kembali ke pangkuan kita. Selama ini sumber daya alam dan kekayaan yang kita miliki begitu banyak keuntungannya hanya dirasakan oleh kaum kapitalis ; korporasi asing dan para oknum yang durhaka terhadap ibu pertiwi. Mungin lagu di atas bisa kita jadikan nyanyian kedua setelah Indonesia Raya nanti ketika merayakan hari lahir republik kita.

Tepat tanggal 17 Agustus 2011 ini negeri kita genap berusia 66 tahun. Hal itu berarti bahwa Indonesia kita telah meraih kemerdekaannya semenjak 66 tahun yang lalu. Namun sejatinya, bangsa kita belum meraih kebebasan dalam mengelola sumber daya alam yang dimilikinya. Selama puluhan tahun, Indonesia kita terjebak dalam sistem pertambangan kapitalis dan mengabaikan amanat konstitusi. Melalui kebijakan-kebijakan yang ada, Indonesia kita telah lepas kendali dalam pengelolaan sumber daya pertambangan yang dimilikinya.

Semua kita pasti sepakat bahwasanya negara kita adalah pemilik sumber daya alam yang begitu kaya. Namun hanya saja pada saat mengelolanya negara kita telah berbuat khilaf yang menyebabkan kita sangat dirugikan oleh korporasi-korporasi swasta dan asing yang dengan leluasa melakukan eksploitasi. Perusahaan-perusahaan tersebut telah menguasai, mengeksploitasi, dan menguras sumber daya tersebut dengan target produksi sebanyak-banyaknya dalam waktu secepat-cepatnya.

Namun, betapa sangat disayangkan bangsa kita bergeming. Beberapa kebijakan yang dikeluarkan justru mendukung penguasaan sumber daya oleh asing. Sebut saja, UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal memberi jalan mulus bagi korporasi-korporasi asing untuk menguasai dan menjajah perekonomian kita, termasuk penguasaan sumber daya pertambangan kita. Atau seperti pada kasus penambangan di hutan lindung yang semula dilarang, seperti tercantum dalam UU No.41 Tahun 1999, namun oleh pemerintah kita dibolehkan kembali dengan menerbitkan Perppu No.1 Tahun 2004 sehingganya penambangan di hutan lindung itu pun kembali berlanjut.

Amanat konstitusi pasal 33 UUD 1945 telah dengan begitu lantang menyuarakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dengan kata lain, pemanfaatan kekayaan alam negara harus diperuntukkan bagi rakyat dan tidak boleh merugikan rakyat. Termasuk juga didalamnya pengelolaan sumber daya minyak dan gas bumi (migas), pertambangan mineral dan batu bara (minerba), dan serta pengelolaan sumber daya air.

Fakta-Fakta Penjajahan Kapitalis


Kasus kekalahan Pertamina di Blok Gas Semai V, Ekploitasi Blok Natuna D-Alpha, Penggelembungan Cost Recovery oleh Chevron Pacific Indonesia, Kehancuran Pertambangan Timah Bangka Belitong, dan berbagai fakta dan data lain akan dipaparkan disini untuk menyadarkan kita bagaimana permasalahan pertambangan sumber daya alam di bangsa kita yang begitu memprihatinkan. Hal ini diharapkan dapat menjadi bahan kontemplasi bagi pemerintah kita dan pemimpin bangsa kita untuk selanjutnya mengambil langkah dan kebijakan strategis dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut.

Fakta saat ini yang semakin memburuk yaitu cadangan sumber daya alam kita kian menipis, sementara korporasi swasta dan asing terus mengurasnya. Oleh karena itu, melalui tulisan ini diharapkan pemerintah, DPR, dan semua kalangan dapat memperhitungkan kerugian negara yang semakin besar jika tidak segera melakukan penguasaan terhadap sumber daya alam adalah hal mendesak yang harus segera dilakukan pemerintah.

Kebijakan pengelolaan sumber daya alam harus segera diperbaiki. Dalam kasus Blok Semai V misalnya, pemerintah seharusnya menunujukkan keberpihakannya kepada Pertamina. Jika pemerintah konsisten terhadap amanat konstitusi, maka pemerintah seharusnya membatalkan penyerahan ekploitasi migas kepada Blok Semai V kepada Hess dan kemudian menyerahkannya kepada Pertamina. Pemerintah seharusnya bersungguh-sungguh mementingkan optimalisasi pendapatan negara dan berkomitmen menjaga ketahanan energi nasional.

Contoh permasalahan berikutnya yaitu masalah Blok Natuna D-Alpha. Seharusnya pemerintah segera mengambil langkah-langkah strategis, termasuk untuk menetapkan calon mitra Pertamina dalam mengelola sumber daya alam tersebut. Pertamina sebagai BUMN di bidang migas harus mendapat dukungan penuh dari pemerintah sebagai operator dalam ekploitasi Blok Natuna D-Alpha. Pemerintah perlu mengoptimalkan peranan tim koordinasi pengelolaan Blok Natuna D-Alpha yang diketuai oleh Mantan Wakil Direktur Pertamina Iin Arifin Takhyan.

Beranjak ke gugusan kepulauan Nusa Tenggara, permasalahan Tambang emas batu hijau di Nusa Tenggara Barat (NTB) yaitu Newmont juga menuai kontroversi. Putusan arbitrase sebenarnya membuka peluang bagi negara untuk segera memiliki saham NNT melalui BUMN dan BUMD. Pasalnya, arbitrase telah memerintahkan agar NNT segera menjalankan kewajiban divestasi dalam tempo 180 hari setelah keputusan sidang arbitrase. Sayangnya, tekad untuk menguasai saham-saham pertambangan tersebut pupus setelah adanya putusan pemerintah dengan dukungan DPR yang telah menunjuk Pemda NTB sebagai pemimpin dalam pembelian saham NNT.

Proses divestasi dalam kontrak karya merupakan langkah terencana untuk mewujudkan kedaulatan bangsa melalui pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki. Namun tujuan divestasi akan gagal terlaksana jika saham yang didivestasi tidak sepenuhnya dikuasai negara atau daerah karena di-“kerjasamakan” dengan pihak swasta atau asing. Dalam kasus tambang emas batu hijau, gagasan besar agar negara dapat menguasai kembali saham-saham pertambangan yang strategis justru dihambat oleh para oknum pejabat dan pengusaha di negeri ini.

Padahal pemerintah pusat dan daerah melalui BUMN dan BUMD seharusnya dapat bersinergi dalam penguasaan saham divestasi NNT, mengingat penguasaan saham mayoritas NNT akan membuka kesempatan penguasaan saham tambang oleh negara maupun daerah. Kerjasama ini juga diyakini akan meningkatkan nilai keuntungan bagi negara dan daerah pada akhirnya memberikan nilai manfaat secara maksimal bagi kepentingan pembangunan nasional.

Jika kita beralih pada kasus PSC PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), kita dapat merekomendasikan kepada pemerintah melalui BP Migas bahwa seharusnya negara segera mengambil tindakan tegas terhadap penyimpangan-penyimpangan yang berlangsug di PSC. BP Migas perlu memperkuat pengawasan dan pengendalian serta evaluasi atas kegiatan kontraktor migas. Tujuannya adalah untuk menjaga kepentingan negara dalam merancang dan melaksanakan sistem pengendalian yang lebih baik secara konsisten. BP Migas juga perlu mengkaji ulang kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan PT CPI yang telah dan akan berpotensi merugikan negara di waktu yang akan datang.

Sejalan dengan hal diatas, penggelembungan cost recovery dan berbagai praktik korupsi oleh CPI sudah demikian terang benderang untuk segera diusut, karena memang sudah merupakan temuan hasil audit BPK. Disamping CPI, oknum-oknum lain termasuk pejabat negara yang mempunyai hubungan kerja dengan CPI dalam menjalankan konspirasi ini juga sudah sangat mendesak untuk dituntut. Mereka antara lain berada di Pertamina-BPPKA, MCTN, NN, dsb. Kita meminta KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk menyidik mereka yang telah melakukan penyelewengan yang berpotensi merugikan negara sekitar Rp 14,44 triliun.

Terkait Blok Tangguh, sudah sepatutnya pemerintah melakukan renegosiasi kontrak dengan mengajukan opsi-opsi yang menguntungkan Indonesia. Sebaliknya, pemerintah harus tegas menolak klausul-klausul kontrak yang justru merugikan. Salah satu klausul dalam kontrak tangguh yang harus dinegosiasi kembali adalah formulasi penentuan harga gas tangguh yang sebelumnya dipatok secara flat pada harga US$ 3,38 per mmbtu. Pemerintah harus mengajukan formula baru penjualan gas tangguh yang disesuaikan dengan fluktuasi harga minyak dunia.

Sebagai negara bermartabat tentunya Indonesia sangat menghargai asas pada pacta sunt servanda yang menegaskan kewajiban para pihak untuk menghormati dan mematuhi sebuah perjanjian yang telah disepakati. Namun sebagai negara yang berdaulat, tentunya kita juga harus mengedepankan kepentingan nasional dan memegang azas keadilan. Jangan sampai sebuah kontrak yang telah disepakati keberadaannya justru menganggu ketertiban umum salah satu negara.

Bangsa kita seharusnya dapat menentukan nasibnya sendiri dan memiliki kebebasan untuk memanfaatkan kekayaan dan sumber daya alamnya. Oleh karena itu, jika dalam pengelolaan sumber daya kita mengundang negara lain atau pun korporasi asing, maka kerjasama yang dikembangkan haruslah kerjasama yang saling menguntungkan.

Jadi, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan seharusnya membawa keuntungan bagi bangsa ini selaku pemilik sumber daya alam. Demikian juga halnya dengan kebijakan DMO pada eksplotasi migas Blok Cepu. Pemerintah perlu meninjau ulang pemberian izin penangguhan pelaksanaan DMO holiday pada saat puncak produksi kepada operator Blok Cepu ; Exxon Mobil. Jangan sampai akibat adanya tekanan dari kontraktor asing, negara dan rakyat menderita kerugian besar seperti dalam kasus tersebut.

Beberapa kasus pertambangan umum lainnya yaitu kasus Inco dan Freeport yang telah banyak menciderai hak asasi manusia, menambah angka kemiskinan, dan serta memperuncing kesenjangan sosial. Dalam kasus Freeport di Papua, hal ini juga mengarah pada disintegrasi bangsa. Suku-suku anak dalam pun terusik eksistensinya dengan kehadiran korporasi asing yang menjarah tempat tinggal mereka. Hutan lindung dan lingkungan juga menjadi wadah limbah pertambangan. Kasus pertambangan umum seperti Inco dan Freeport telah memunculkan bahaya sosial yang laten dan mendasar.

Pada dasarnya, Indonesia kita sangat dirugikan oleh kontrak karya yang dibuat bersama korporasi asing. Oleh karena itu dalam kasus Freeport dan Inco, kita merekomendasikan agar Indonesia kita mengupayakan renegosiasi kontrak karya. Hal ini merupakan salah satu jalan untuk mencapai perbaikan nasib bangsa kita. Bangsa kita berpeluang memperoleh penghasilan lebih besar dari sumber daya pertambangan yang dimilikinya. Itu sangat pasti.

Saat ini telah banyak kontrak pertambangan di tanah air yang keberadaannya sudah tidak sesuai dengan dinamika politik dan iklim investasi. Akibatnya, keberadaaan kontrak-kontrak tersebut justru merugikan kepentingan nasional. Sayangnya, pemerintah justru seringkali tampak ragu untuk merenegosiasi kontrak-kontrak pertambangan yang merugikan tersebut.

Pemerintah sering beralasan bahwa kita harus menghormati azas pacta sun servanda yang menegaskan dan mematuhi sebuah perjanjian yang telah disepakati. Namun di sisi lain, pemerintah sering kali lupa atau pura-pura tidak tahu bahwa sebuah perjanjian tidak boleh mengganggu kepentingan nasional dan ketertiban umum suatu negara. Kadang-kadang sejumlah pejabat negara berperilaku seperti orang yang kalah sebelum bertanding atau bersikap malas untuk berjuang secara optimal untuk renegosiasi kontrak.

Kita Bukan Bangsa Pelayan

Kedaulatan ekonomi, politik, hukum, pertahanan, dan keamanan, serta pendidikan harus sepenuhnya berada di tangan bangsa kita sendiri. Sebuah bangsa memang harus membuka diri dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain, hal ini merupakan sebuah keniscayaan yang tidak terhindarkan dalam pergaulan antar bangsa dan negara di era globalisasi ini. Akan tetapi, semua itu harus dilakukan dalam kesetaraan, kesederajatan, kesejajaran, dan dibangun atas dasar saling menguntungkan. Bangsa kita tidak boleh lagi sekadar menjadi bangsa pelayan yang melayani kepentigan-kepentingan korporasi-korporasi besar yang bertindak sebagai majikan.

Beberapa proses divestasi perusahaan tambang asing seringkali hanya menguntungkan kelompok-kelompok usaha yang dekat dengan lingkaran kekuasaan, seperti yang sedang berlangsung pada saham NNT. Dengan kekuatan lobinya, kelompok ini mudah meyakinkan dan mengajak pejabat negara, di pusat dan daerah untuk “bekerjasama” guna mencapai tujuan pribadinya. Sungguh ironis jika pemerintah masih saja mengulangi kesalahan yang terjadi dalam proses divestasi Freeport, Inco, KPC, atau Blok Cepu yang semuanya telah menguntungkan A Latif, Bakrie atau Bob Hasan. Pemerintah harus mengakhiri perilaku KKN ini.

Renegosiasi Kontrak : Harga Mati

Kita tentu berharap pemerintah dapat segera bertindak dalam mengatasi permasalahan pengelolaan pertambangan yang mendesak ini. Pemerintah harus segera kembali mempelajari dan menelaah seluruh kontrak kerja sama (KKS) atau pun kontrak production sharing (KPS) di bidang migas, serta kontrak karya (KK) di bidang non migas secara jujur dan rasional serta bemartabat. Renegosiasi terhadap semua KKS/KPS dan KK yang jelas-jelas merugikan kepentingan bangsa kita serta mengancam keberlanjutan sumber daya alam kita harus segera dilakukan.

Konsep pembangunan berkelanjutan pun harus dikedepankan dengan memelihara kelestarian lingkungan kita. Maka pemerintah dapat menghentikan secara sepihak kegiatan-kegiatan korporasi asing yang terlihat nyata merusak lingkungan selama menambang sumber daya alam kita. Perusakan lingkungan yang dilakukan korporasi asing merupakan utang lingkungan. Seluruh pajak, royalti, dan pembagian keuntungan yang diperoleh Indonesia kita melalui korporasi asing niscaya tidak akan cukup untuk membangun kembali lingkungan yang telah rusak total. Maka penanganan kasus ini merupakan agenda mendesak yang harus segera diselesaikan pemerintah.

Dengan demikian, kepemimpinan baru diharapkan dapat segera mengkampanyekan pentingnya menancapkan kembali tekad kemandirian nasional. Seluruh elemen bangsa kita harus disadarkan bahwa bangsa Indonesia kita adalah bangsa yang merdeka dan berdaulat penuh. Setelah merdeka lebih dari enam dasawarsa, bangsa kita harus mampu mandiri mengurus diri sendiri dan sumber daya alam yang dimiliki secara holistik dan bermartabat. Tulisan ini diharapkan dapat berfungsi untuk memulai dengan langkah pertama guna mewujudkan tekad kemandirian bangsa di bidang pengelolaan sumber daya alam.

Mahasiswa, sebagai insan berpendidikan yang selama ini seharusnya peduli terhadap hal ini harus mampu menentukan sikap detik ini usai mengetahui fakta ini. Apapun disiplin ilmunya hal ini tetap merupakan suatu yang vital dalam mewujudkan kemandirian bangsa. Segeralah selesaikan studi anda, bekali diri secara optimal, dan segera masuk ke dalam sistem tersebut untuk dapat merubahnya secara maksimal.

Fakta hari ini adalah dobrakan sistem dari luar berupa aksi propaganda media massa dan turun jalan maupun bentukan dobrakan dari luar lainnya telah terbukti tidak mampu berbuat banyak untuk dapat menyelesaikan masalah ini. Maka dari itu mendobrak sistem dari dalam, mengubah kebijakan, dan menjaga konsistensi anti kapitalis adalah solusi yang paling ideal untuk saat ini untuk mewujudkan kemandirian bangsa kita dalam pengelolaan sumber daya alam kita.

“Saintis (ilmuwan) Indonesia, janganlah bermimpi akan bisa leluasa berkembang selama pemerintah Indonesia dikemudikan, dipengaruhi, atau diawasi oleh negara lain berdasarkan kapitalisme, negara apapun juga di bawah kolong langit ini. Kemerdekaan sains itu sehidup dan semati dengan kemerdekaan negara.” (Tan Malaka)

Sumber Referensi
Batubara, Marwan. 2009. Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam: Menuju Negara Berdaulat. Jakarta: KPK-N.
Chord d'Masiv Sudahi Perih Ini, Author : ChordFrenzy.com

Tulisan ini diikutsertakan dalam Olimpiade Ilmiah Mahasiswa UI 2011