Tuesday, January 22, 2013

Aku untuk Bangsaku : Migas Indonesia



“Pemuda Indonesia, Aku untuk bangsaku!”

Janji di atas tak berhenti digemakan oleh ratusan pemuda-pemudi terbaik Indonesia. Dari Aceh hingga Papua, mereka berkumpul untuk saling belajar, berjejaring, dan berkontribusi bersama setiap tahunnya di salah satu forum kepemimpinan. Tidak sekedar meneriakkan janji, realisasinya telah mereka buktikan juga dengan berbagai karya nyata.

Bagaikan kunang-kunang, usaha-usaha kecil mereka berupaya memberikan cahaya terang bagi masa depan bangsa ini. Namun cahaya-cahaya kecil ini masih belum berdampak luas ketika bayangan gelap jauh lebih besar masih menggerogoti hampir seluruh penjuru tanah air. Ialah pengelolaan migas di Indonesia yang didominasi oleh kapitalis asing. Janji ”Aku untuk Bangsaku” yang ditanamkan para pemuda di atas, tidak berlaku bagi beberapa tetua mereka yang menjadi oknum pengkhianat (menjual aset) negara.

Blok cepu bernilai lebih dari Rp 1.800 triliun, Blok Semai V sekitar Rp 952 triliun, Blok Tangguh Rp 2.090 triliun, dan Blok Natuna Rp 6.728 triliun. Kandungan migas yang begitu melimpah ini seharusnya menjadi berkah bagi penghuninya, ironis, ternyata justru dikuasai oleh pendatang (penjajah). Hal ini diakibatkan oleh sejumlah kesalahan dalam pengelolaannya.

Harga gas Tangguh yang dijual ke luar negeri dengan begitu murah dibawah harga jual rata-rata gas dunia, kekalahan Pertamina di Blok Semai V karena pemerintah mendukung asing, penangguhan DMO Holiday di Blok Cepu dan ekploitasi Blok Natuna D-Alpha oleh ExxonMobil, tidak diberlakukannya Windfall Profit Tax dalam harga minyak, korupsi penjualan gas di Kaltim, konspirasi proyek pembangkit listrik panas bumi di Garut yang merugikan Pertamina, penggelembungan cost recovery oleh Chevron, dan sejumlah kasus lainnya. Itulah beberapa kesalahan pengelolaan migas di masa lalu dan beberapa diantaranya masih dibiarkan hingga saat ini di Indonesia.

Terbaru, masyarakat menolak perpanjangan kontrak perusahaan asal Prancis Total E & P di Indonesia. Lalu puncaknya, sejumlah tokoh dan LSM mengajukan judicial review terhadap UU Migas yang berujung pada keputusan pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi (MK).

Rentetan kasus di atas merupakan seruan tegas kepada pemerintah untuk segera membenahi kebijakan pengelolaan migas di Indonesia. Belajar dari pengalaman, sudah begitu banyak kebijakan dan kontrak karya yang merugikan negara (rakyat).

Para pemangku kebijakan haruslah merubah pola dan perilaku konspiratif, KKN, dan harus berani berhadapan dengan kapitalis asing. Memang ini adalah sebuah permasalahan kompleks yang hampir mengakar, namun bukan berarti pasrah dan diam tak bergerak merubah.

Untuk dapat memperbaiki kebijakan tata kelola migas ini, para pemangku kebijakan sepertinya harus belajar kerangka berpikir yang ideal untuk kemandirian bangsa. Belajarlah dari para kunang-kunang yang disebutkan di atas, yang gigih tak hanya di retorika, namun juga dalam karya. Para pemangku kebijakan terkait harus memahami dan berjanji sepenuh hati untuk mengamalkan : “Aku untuk Bangsaku!”.

Para pemangku kebijakan tersebut harusnya mampu menyambut cahaya-cahaya kecil dari para kunang-kunang muda bangsa ini dengan cahaya terang kebijakan-kebijakan mereka. Sehingganya seluruh hasil Bumi Indonesia benar-benar dikuasai oleh Negara dan sepenuhnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Tulisan ini dimuat di Harian Seputar Indonesia November 2012
http://www.seputar-indonesia.com/news/suara-mahasiswa-aku-untuk-bangsaku

No comments:

Post a Comment