“Pemuda Indonesia, Aku untuk bangsaku!”
Kalimat di atas tak berhenti bergema di Taman Wiladatika
Cibubur, Jakarta Selatan pada akhir minggu di penghujung Oktober kemaren. Ialah
lebih dari seratus pemuda-pemudi terbaik Indonesia dari Aceh hingga Papua yang
menjadi pelaku sejarah kembali memperingati Hari Sumpah Pemuda. Bukan sekedar
memperingati, mereka berkumpul untuk saling belajar, berjejaring, dan
berkontribusi bersama dalam ikatan keluarga ‘Forum Indonesia Muda’.
Forum Indonesia Muda (FIM) adalah sebuah kegiatan pelatihan
kepemimpinan yang berawal dari tahun 2003. Adalah Elmir Amien, ia seorang
penyiar radio yang aktif mengamati tema kepemimpinan dan pemuda. Bersama dengan
istrinya Tatty Elmir beserta rekan-rekannya yang lain, akhirnya beliau
memutuskan untuk menginisiasi berdirinya FIM pertama tersebut. Hal ini
berangkat dari keresahan mereka terhadap krisis kepemimpinan yang melanda
Indonesia ketika itu.
Awalnya FIM pertama diadakan dalam skala kecil. Pesertanya
ketika itu adalah para mahasiswa Universitas Negeri Jakarta (UNJ) yang
merupakan aktifis di Badan Eksekutif Mahasiswa-nya. Selanjutnya, pada FIM kedua
dan selanjutnya perlahan skalanya diperluas. Mulai dari Jabodatebek, Jawa
Barat, dan juga pesertanya pun tidak lagi hanya aktifis BEM.
Dalam perkembangannya, penyelenggaraan FIM terus berkembang
pesat dan mendapat dukungan dari banyak kalangan. FIM 5,6 dst, FIM Rescue, entrepreneur,
sumpah pemuda, hari pendidikan nasional dengan tema pembangunan karakter.
Nilai-nilai yang dikembangkan di FIM yaitu : Cinta Kasih,
Integritas, Bersahaja, Totalitas, Solidaritas, Adil, dan Keteladanan. Selain
itu juga ada sejumlah nilai dasar kepemimpinan yang dikembangkan di FIM. Teori
ini berasal dari pemikiran Pakar Pendidikan Buchori Nasution. Biasa disebut 7
pilar leadership yaitu : Mengenal diri, Akhlak, Komunikasi, Kekuatan Belajar,
Proses Membuat Keputusan (Decision MakingProcess), Manajemen (Managing Team),
dan Organisasi.
Hal yang membedakan FIM dengan banyak pelatihan kepemimpinan
yang lain adalah setelah pelatihan berakhir. Usai pelaksanaan FIM, para peserta
tetap saling belajar, berjejaring, dan berkontribusi bersama. FIM membentuk
wadah-wadah di tingkat regional, mulai dari regional Sumatera bagian utara,
Sumatera Barat, Lampung, Jakarta-Depok, Banten, Bogor, Bandung, Semarang,
Yogyakarta, Surabaya, Malang, Kalimantan, Makassar, hingga Ambon dan Papua.
Kegiatan yang mereka lakukan di tingkat regional ini sangat
beragam. Mulai dari pendirian rumah belajar, peringatan momentummomentum besar
nasional hingga keagamaan, bakti sosial, forum diskusi, dan berbagai jenis
pelatihan bagi masyarakat.
Ada sebuah tren menarik yang dimiliki FIM dan menginspirasi
sejumlah gerakan sejenis lainnya. Yaitu semangat logika kekaryaan, tidak peduli
apapun etniknya, suku, agama, afiliasi golongan, keyakinan, ideologi, dan
perbedaan-perbedaan lainnya, yang penting semua bersatu dalam paradigma
mencipta dan berkarya. Perbedaan-perbedaan yang ada menjadi sebuah potensi
untuk memperkaya gagasan yang menjadi jembatan pencipta karya nyata. ‘Aku untuk
bangsaku!’.
No comments:
Post a Comment