Salah satu legenda intelektual bangsa, Nurcholish Madjid
(Cak Nur) dalam bukunya “Indonesia Kita” menyerukan kepada para pemuda
Indonesia untuk meneguhkan kembali komitmen kebangsaan dan kenegaraannya. Hal
ini dikarenakan oleh tantangan perjuangan bangsa dalam menghadang krisis
multidimensional yang kian kompleks.
Banyak cara untuk meneguhkan komitmen tersebut. Menjadi
seorang negarawan adalah salah satunya. Istilah ‘Negarawan’ didefinisikan oleh
begitu banyak ahli. Jika diringkas, maka bisa disimpulkan bahwa negarawan
adalah pemimpin politik kreatif yang memperjuangkan kepentingan positif bangsa.
Tidak mesti dalam wujud yang besar, pemuda pun bisa menjadi negarawan,
negarawan muda.
Bicara tentang pemuda, tentu tidak lepas dari mahasiswa
sebagai awal mulanya. Pertanyaannya adalah, bagaimana cara mencipta negarawan
muda dari sosok mahasiswa?.
Ada banyak kelompok gerakan mahasiswa hari ini. Mulai dari
ideologi keagamaan hingga nasionalis. Bahkan ideologi dalam satu agama pun,
memiliki ragam warna.Tidak dapat disangkal, beberapa gerakan juga lekat dengan
kepentingan partai politik.
Setiap kelompok memiliki arogansi masing-masing. Seringkali
mereka berbenturan dan bersifat resisten terhadap kelompok lain. Sampai dalam
kondisi terparah, kepentingan kelompok mengalahkan kepentingan bangsa. Banyak
gerakan yang dilakukan lebih bertujuan untuk meraih simpati masyarakat demi
popularitas kelompok masing-masing. Tujuan utama demi kepentingan bangsa pun
menjadi kabur.
Terhadap kondisi kekinian di atas, akhirnya mahasiswa lain
yang berada diluar kelompok dominan, terbagi dalam tiga sikap. Yang pertama
mencoba membuat kelompok-kelompok baru tandingan yang bersifat hampir sama
dengan kelompok-kelompok dominan yang telah ada. Yang kedua adalah mereka yang
memilih tidak berafiliasi dengan kelompok mana pun dan membenci keberadaan
kelompok-kelompok tersebut serta akhirnya bersikap apolitis.
Lalu yang terakhir adalah mereka yang sering disebut
oportunis, tidak berafiliasi secara ideologi identitas perjuangandengan satu
pun kelompok yang ada, namun bergabung dengan semua kelompok untuk mendapatkan
ilmu dan relasi dari setiap kelompok tersebut.
Sikap ketiga, dimilikioleh orang-orang yang sulit dideteksi
keberadaaannya. Dalam pandangan kelompok dominan, mereka dianggap oportunis.
Namun di sisi lain sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang mencoba
mempelajari dan memahami kelebihan dan kekurangan setiap kelompok yang ada.
Mereka terlibat dalam sejumlah kegiatan setiap kelompok dan mencoba
menetralisir kepentingan kelompok dengan menitikberatkan pada kepentingan
bersama.
Peretas batas, inilah sebutan untuk mereka. Orang-orang yang
tidak terikat pada kepentingan masing-masing kelompok dan namun tidak bersikap
resisten terhadap keberadaan kelompok-kelompok tersebut. Mereka justru
berupaya membuka jalan komunikasi
kerjasama antar kelompok. Agar setiap kelompok dapat lebih terbuka dan kembali
pada tujuan utama membangun bangsa.
Sosok mahasiswa seperti inilah yang berpotensi untuk menjadi
seorang negarawan muda. Para pemimpin politik kreatif yang berintegritas. Ialah
pilar-pilar kokoh pembangun masa depan bangsa. Membantah Bennedict Anderson,
bahwa “Indonesia is not imagined community”. Menyambut Tan Malaka, bahwa
"Dalam tiap-tiap macamperjuangan inisiatif mempunyai nilai besar".
Tulisan ini dimuat di Seputar Indonesia 12 July 2012
No comments:
Post a Comment