“Bukan lautan, hanya kolam susu..” –Koes Ploes
Kutipan syair lagu Koes Ploes di atas mungkin saat ini sudah
jarang didendangkan lagi. Namun syair lawas ini sekarang menjadi menarik untuk
kembali dibahas, ditengah krisis kepercayaan diri bangsa ini.
Mari sejenak sekarang kita kembali amati nusantara ini, dari
timur hingga baratnya. Maka potensi alam apa yang tidak kita miliki?. Tanah
subur, iklim tropis, sumber daya alam melimpah, posisi strategis, dan sejumlah
keunggulan lainnya yang bahkan belum tergali. Negeri ini luar biasa surga
alamnya, tidak berlebihan Koes Ploes menyebutnya sebagai kolam susu.
Sebuah anomali klasik bagi kita semua, negeri surga ini
sekarang ternyata masih belum maju. Menjelang dirgahayunya yang ke 67, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih terpuruk di urutan 124 dari 187
negara. Potensi alam yang melimpah belum didukung oleh kualitas sumber daya
manusia yang tinggi. Sehingga siklus lingkaran kemiskinannya pun masih terus
berputar.
Salah satu kunci dalam lingkaran kemiskinan yang juga
merupakan elemen penting yang menjadi modal utama kemajuan suatu Negara adalah
pendidikan. Norwegia, Australia, dan Belanda, adalah tiga negara dengan IPM
tertinggi di dunia yang juga memiliki indeks pendidikan yang tinggi. Mereka
menerapkan prinsip ekonomi berbasis pengetahuan. Sehingga meskipun potensi
alamnya rendah, namun berkat tingkat pengetahuan yang tinggi mereka mampu tetap
memutar roda perekonomian yang laju untuk memutus lingkaran kemiskinannya.
Andaikan Indonesia yang surga alamnya ini dikelola oleh
kemajuan pengetahuan manusianya, tentu negeri ini tidak akan ada tandingannya.
Saat ini, sesungguhnya bangsa ini telah punya banyak manusia
cerdas. Bisa dilihat dari sejumlah raihan medali emas olimpiade sains dunia
yang langganan tiap tahun diperoleh Indonesia, dari ilmuwan-ilmuwan ulungnya
yang berjaya di luar negeri, serta dari sejumlah pengusahanya yang masuk daftar
orang terkaya di dunia.
Akan tetapi, semua kesuksesan di atas masih parsial,
terpisah di bidangnya masing-masing. Belum ada integrasi lintas bidang
tersebut. Sinergisasi antar sektor masih belum terlihat. Sehingga belum mampu
memberi kekuatan besar untuk mendorong kemajuan bangsa secara utuh.
Maka dari itu, kombinasi dan kerjasama keilmuan
interdisipliner pun saat ini menjadi penting untuk terus ditingkatkan. Bukan
zamannya lagi untuk memunculkan arogansi bidang ilmu masing-masing. Namun ini
saatnya melepaskan sekat-sekat itu, knowledge without border.
Knowledge without border, adalah sebuah konsep keterpaduan
ilmu pengetahuan. Dalam konsep ini pemahaman akan suatu ilmu dipahami secara
holistik. Studi kasus terhadap suatu permasalahan dipecahkan dengan pendekatan
komprehensif berbagai metode ilmiah hasil integrasi sejumlah bidang ilmu.
Banyak institusi pendidikan di Negara maju yang telah
menggunakan dan terus mengembangkan konsep ini. Di Indonesia, beberapa
perguruan tinggi juga sedang berupaya menginternalisasikan konsep ini. Salah
satunya melalui peningkatan kapasitas lembaga kemahasiswaan seperti kelompok
studi tingkat universitas yang melebur mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu.
Knowledge without border, konsep sistem pendidikan ini pada
akhirnya akan mendorong prinsip ekonomi berbasis pengetahuan yang tentunya bisa
menjadi modal penting demi menuju peradaban yang lebih maju.
No comments:
Post a Comment