Tuesday, October 30, 2012

Knowledge without Border


“Bukan lautan, hanya kolam susu..” –Koes Ploes

Kutipan syair lagu Koes Ploes di atas mungkin saat ini sudah jarang didendangkan lagi. Namun syair lawas ini sekarang menjadi menarik untuk kembali dibahas, ditengah krisis kepercayaan diri bangsa ini.

Mari sejenak sekarang kita kembali amati nusantara ini, dari timur hingga baratnya. Maka potensi alam apa yang tidak kita miliki?. Tanah subur, iklim tropis, sumber daya alam melimpah, posisi strategis, dan sejumlah keunggulan lainnya yang bahkan belum tergali. Negeri ini luar biasa surga alamnya, tidak berlebihan Koes Ploes menyebutnya sebagai kolam susu.

Sebuah anomali klasik bagi kita semua, negeri surga ini sekarang ternyata masih belum maju. Menjelang dirgahayunya yang ke 67, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia masih terpuruk di urutan 124 dari 187 negara. Potensi alam yang melimpah belum didukung oleh kualitas sumber daya manusia yang tinggi. Sehingga siklus lingkaran kemiskinannya pun masih terus berputar.

Salah satu kunci dalam lingkaran kemiskinan yang juga merupakan elemen penting yang menjadi modal utama kemajuan suatu Negara adalah pendidikan. Norwegia, Australia, dan Belanda, adalah tiga negara dengan IPM tertinggi di dunia yang juga memiliki indeks pendidikan yang tinggi. Mereka menerapkan prinsip ekonomi berbasis pengetahuan. Sehingga meskipun potensi alamnya rendah, namun berkat tingkat pengetahuan yang tinggi mereka mampu tetap memutar roda perekonomian yang laju untuk memutus lingkaran kemiskinannya.

Andaikan Indonesia yang surga alamnya ini dikelola oleh kemajuan pengetahuan manusianya, tentu negeri ini tidak akan ada tandingannya.

Saat ini, sesungguhnya bangsa ini telah punya banyak manusia cerdas. Bisa dilihat dari sejumlah raihan medali emas olimpiade sains dunia yang langganan tiap tahun diperoleh Indonesia, dari ilmuwan-ilmuwan ulungnya yang berjaya di luar negeri, serta dari sejumlah pengusahanya yang masuk daftar orang terkaya di dunia.

Akan tetapi, semua kesuksesan di atas masih parsial, terpisah di bidangnya masing-masing. Belum ada integrasi lintas bidang tersebut. Sinergisasi antar sektor masih belum terlihat. Sehingga belum mampu memberi kekuatan besar untuk mendorong kemajuan bangsa secara utuh.

Maka dari itu, kombinasi dan kerjasama keilmuan interdisipliner pun saat ini menjadi penting untuk terus ditingkatkan. Bukan zamannya lagi untuk memunculkan arogansi bidang ilmu masing-masing. Namun ini saatnya melepaskan sekat-sekat itu, knowledge without border.

Knowledge without border, adalah sebuah konsep keterpaduan ilmu pengetahuan. Dalam konsep ini pemahaman akan suatu ilmu dipahami secara holistik. Studi kasus terhadap suatu permasalahan dipecahkan dengan pendekatan komprehensif berbagai metode ilmiah hasil integrasi sejumlah bidang ilmu.

Banyak institusi pendidikan di Negara maju yang telah menggunakan dan terus mengembangkan konsep ini. Di Indonesia, beberapa perguruan tinggi juga sedang berupaya menginternalisasikan konsep ini. Salah satunya melalui peningkatan kapasitas lembaga kemahasiswaan seperti kelompok studi tingkat universitas yang melebur mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu.

Knowledge without border, konsep sistem pendidikan ini pada akhirnya akan mendorong prinsip ekonomi berbasis pengetahuan yang tentunya bisa menjadi modal penting demi menuju peradaban yang lebih maju.

No comments:

Post a Comment