Wednesday, February 6, 2013

Australia : Anomali Belahan Selatan


Australia, adalah sebuah negara multikultural yang berbeda dengan Indonesia, berbeda polanya. Di Indonesia multikultural-nya berangkat dari perbedaan suku asli atau daerah-daerah yang ada di Indonesia. Sedangkan di Australia, keragaman tersebut berasal dari berbagai suku bangsa di dunia yang bermigrasi lalu kemudian tumbuh kembang membangun Australia. Mereka berasal dari dominasi inggris, arab, persia, india, tionghoa, jepang, korea, melayu, thailand, afrika, eropa, hingga amerika.

Berkah Heterogenitas

Heterogenitas yang tinggi antar berbagai suku bangsa tersebut ternyata membawa berkah tersendiri bagi Australia. Sejumlah perbedaan yang ada membuat mereka semakin kaya akan kebudayaan yang akhirnya melahirkan sejumlah gagasan-gagasan yang memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) di Australia.

Kemajuan tersebut tentu tidak lepas dari peran serta pendidikan berkualitas yang menjamah para warga negaranya. Di Australia terdapat sejumlah universitas kelas dunia yang telah mencipta sejumlah kontribusi dalam membangun dunia keilmuan. Sebut saja salah satunya, University of Sydney yang berada di peringkat 50 besar dunia. Universitas ini memiliki sistem tata kelola dan budaya riset yang cukup tinggi sehingga mampu menghasilkan sejumlah pengetahuan baru serta juga peningkatan kapasitas mahasiswanya.
 

Ada sebuah perbedaan konsep yang mendasar dalam metode belajar di Australia dan di Indonesia secara umum. Di Indonesia, kita disuguhkan dengan begitu banyak mata pelajaran atau mata kuliah yang harus dipelajari dan menjadi syarat wajib kelulusan. Sehingganya arahnya pun menjadi kabur, orientasi para pelajarnya pun menjadi memikirkan bagaimana cara untuk bisa lulus atau lolos dari kewajiban tersebut. Di Australia, jumlah subjek tersebut tidak sebanyak di Indonesia. Lebih sedikit dan fokus pada pengetahuan tertentu. Sehingganya mereka dapat benar-benar menikmati pengetahuan tersebut sebagai sebuah ilmu, bukan syarat kewajiban untuk lolos.

Selanjutnya, dalam metode pengajaran pun juga terlihat perbedaan. Di Indonesia cenderung mengkaji atau mempelajari konsep-konsep teoritis yang tidak faktual atau kajian-kajian lama tanpa pembahasan relevansinya dengan studi kasus terkini. Sementara di Australia, mereka mempelajari sebuah pengetahuan tidak berangkat dari teori terlebih dahulu, namun bermula dari studi kasus yang aktual. Kemudian dari sana dikaji relevansinya dengan teori-teori yang ada, lalu merumuskan sebuah kesimpulan baru yang bisa juga berbentuk solusi.

Kualitas pendidikan yang baik menghasilkan manusia-manusia yang tentu tidak kalah baik. Ada sejumlah karakteristik personal yang mudah dijumpai di sebagian besar orang Australia, diantaranya : disiplin, respect to system, time, people, work hard and play hard, gemar membaca, menulis, dan di berbagai tempat umum hingga rumah-rumahnya terdapat banyak buku/bahan bacaan. Hal ini menunjukkan tingginya tingkat konsumsi mereka terhadap pengetahuan.

Kemudian juga ada satu kebiasaan atau hobi sebagian besar mereka yang dimaknai lebih dari sekedarnya. Adalah travelling, menjamah seluruh penjuru dunia adalah cita-citanya.  Salah satu kutipan yang ditemui di berbagai rumah di Sydney, adalah “The World is a book, and those who do not travel read only one page”.

Dengan sejumlah karakter positif tersebut, mereka akhirnya mampu mencipta berbagai inovasi bagi pembangunan Australia. Dari bidang teknologi informasi dan komunikasi, di berbagai tempat seperti fasilitas umum, lembaga pendidikan, pemerintah, swasta, hingga rumah-rumah sebagian besar sudah terhubung dengan koneksi internet. Di berbagai kendaraan, seperti bus umum, mobil pribadi, hingga taksi sebagian besar sudah dilengkapi dengan GPS sebagai navigator.

Dari bidang transportasi, moda transportasi umum sudah disadari oleh penduduk sebagai fasilitas yang harus dioptimalkan penggunaannya untuk mencegah kemacetan dan polusi terhadap lingkungan. Kemudian juga untuk kemudahan akses memperoleh fasilitas transportasi umum yang terdiri dari bus, train, dan ferry juga telah disediakan satu kartu yang bisa digunakan untuk semua jenis moda tersebut.

Untuk mendapatkan lisensi mengemudi di Australia pun tidaklah dengan mudah. Ada serangkaian proses panjang hingga bertahun yang harus dilalui oleh mereka yang ingin berkendara. Hasil dari proses panjang ini dapat terlihat dari rendahnya angka kecelakaan lalu lintas disana. Para pengemudi terlihat lebih bijak dalam mengemudi, seperti contoh penghormatan terhadap para pejalan kaki yang ingin menyeberang jalan sangat tinggi.

Dari bidang konservasi hayati dan hewani, sejumlah wildlife atau habitat asli kehidupan liar hewan dan tumbuhan di Australian masih terjaga dengan utuh. Kesadaran akan pentingnya konservasi tersebut seakan telah dipahami oleh semua warga negara.

Selanjutnya, terhadap setiap potensi alam yang dimiliki, mereka sangat peka dan optimal dalam ekplorasi potensi tersebut. Salah satunya adalah adanya pembangkit listrik tenaga salju yang terdapat di area snowy mountain di Jindabyne, New South Wales.

Krisis Spiritual dan Nasionalisme

Tak ada gading yang tak retak, ungkapan tersebut juga berlaku bagi Australia. Dibalik semua keunggulan yang telah diraih mereka, tentu masih ada sejumlah pekerjaan rumah yang menjadi tantangan bagi mereka dan mesti diselesaikan. Adalah dua jenis krisis yang tengah melanda saat ini di negeri kangguru ini, yaitu ; krisis spiritual dan nasionalisme.

Paham liberal yang juga turut berkembang di Australia menjadi salah satu pendorong lahirnya dua krisis di atas. Menurut salah seorang mahasiswa di Sydney University, “Ada dua jenis agama di Australia, yaitu ‘praktek’ dan ‘non-praktek”. Hal ini mencerminkan bagaimana semakin menurunnya tingkat kepercayaan terhadap praktek-praktek atau ibadah keagamaan di Australia. Kedepannya, hal ini akan menuju pada ketidakpercayaan terhadap konsep agama atau Tuhan.

Sejumlah data mencatat bahwa angka bunuh diri di Australia relatif tinggi. Kecendrungan penyebab dari kejadian ini diperkirakan adalah krisis spiritual yang terjadi di negara tersebut. Ketika sejumlah hiburan fana tidak lagi mampu menjadi obat bagi sejumlah permasalahan yang mereka hadapi, akhirnya ketiadaan hubungan yang mereka buat dengan Tuhan membuat mereka memilih jalan bunuh diri sebagai solusi. Dalam jangka panjang, hal ini bisa menjadi permasalahan krusial di negara ini.

Selanjutnya terkait krisis nasionalisme, hal ini diakibatkan oleh tingginya tingkat heterogenitas suku bangsa di negara ini. Multikultural antar bangsa yang terjadi, lemahnya sejarah pengikat kesatuan, dan berkembangnya sikap apolitis di sejumlah masyarakat, menjadi penyebab menurunnya kadar nasionalisme yang dimiliki oleh para warga Australia.

Anomali Belahan Selatan
  
Ya begitulah Australia, sebuah negara benua yang berada di belahan bumi bagian selatan. Dalam studi pembanguan wilayah, berdasarkan pola lokasi tingkat kemajuan suatu negara, negara maju cenderung berada di bumi belahan utara dan negara berkembang berada di belahan bumi selatan. Australia adalah salah satu anomali dari teori tersebut. Meskipun sejumlah potensi pelemahan di masa mendatang akibat beberapa krisis semu di hari ini mengancam, namun kemajuan peradaban yang mereka capai hari ini jauh lebih baik daripada kondisi sebagian besar negara lainnya di belahan bumi selatan.

No comments:

Post a Comment