Sunday, November 13, 2011

Taman Bacaan 'Palito Ilmu" Imami UI



Salah satu permasalahan besar di Indonesia yang hingga saat ini masih belum total pemecahannya adalah masalah rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini dibuktikan melalui Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Indonesia pada tahun 2011 yang mana Indonesia masih menempati peringkat ke-108 dari 177 negara di dunia. Masalah SDM ini dipicu oleh ketimpangan pembangunan di Indonesia. Sentralisasi yang terjadi di zaman orde baru membuat ketimpangan antara desa dan kota yang sangat tinggi. Meskipun sejak reformasi otonomi daerah sudah mulai diterapkan, akan tetapi nyatanya kualitas SDM yang ada pun belum siap sepenuhnya menghadapi otonomi daerah. Hal ini dibuktikan dengan munculnya raja-raja kecil di daerah-daerah dengan kasus korupsi.

Salah satu daerah di Indonesia yang mengalami permasalahan SDM yang cukup berat adalah Kabupaten Pesisir Selatan. Kabupaten ini merupakan kabupaten yang cukup rendah kualitas penduduknya secara umum dibandingkan dengan 13 daerah tingkat dua lainnya di Provinsi Sumatera Barat. Hal ini terbukti dengan rendahnya ratio pendidikan penduduk, fasilitas kesehatan, dan masih rendahnya kesejahteraan khususnya dibidang pendapatan. (Azizon, 2009).

Bupati Pesisir Selatan, Nasrul Abit menyatakan bahwa selama ini Pesisir Selatan memang dinilai lemah dalam hal kualitas sumber daya manusia. Salah satu penyebabnya adalah karena rendahnya mutu pendidikan serta masih tingginya angka putus sekolah. Pendidikan merupakan hal penentu bagi kemajuan suatu daerah, sehingga pembangunan SDM menjadi hal penting dan mendesak yang harus segera dilakukan dan terus ditingkatkan.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan, ternyata angka putus sekolah salah satu penghambat percepatan pengentasan kemiskinan. Kemiskinan itu bertahan subur, karena tingkat pendidikan yang rendah. Ini bisa dilihat berdasarkan data yang ada. Sebab lebih dari 80 persen jumlah penduduk miskin itu, ternyata berasal dari mereka yang tidak mengenyam pendidikan hingga ke jenjang SMA.

Himpitan ekonomi memang salah satu penyebab penduduk miskin itu tidak mampu membiayai pendidikan anaknya. Jika itu masih terus berlangsung, sehingga secara turun temurun mata rantai kemiskinan itu tidak akan putus. Pemerintah setempat telah berupaya untuk memecahkan masalah ini. Salah satunya dengan diterapkannya program “Wajar (wajib belajar) 12 tahun” sejak tahun 2008. Namun upaya ini ternyata masih belum cukup maksimal karena subsidi yang diberikan pemerintah masih jauh dari cukup.

Kelemahan program Wajar 12 tahun oleh pemerintah setempat adalah program ini hanya berupa anjuran untuk mengikuti sekolah formal dengan bantuan subsidi yang sangat kecil. Hal ini membuat masyarakat tidak terlalu memperhatikan hal ini dan juga bahkan kecewa dengan subsidi yang sangat kecil. Tidak ada pencerdasan tentang arti penting pendidikan kepada masyarakat secara langsung. Padahal sebenarnya hal inilah yang paling dibutuhkan oleh masyarakat, dalam hal ini terutama penduduk dalam usia pelajar.

Etnis mayoritas di Pesisir Selatan sama seperti etnis utama di Sumatera Barat, yaitu Minangkabau. Kebudayaan Minangkabau memiliki sebuah potensi besar dalam sektor pendidikan. Potensi itu adalah keberadaan surau atau mesjid sebagai salah satu pranata sosial di masyarakat Minangkabau. Surau tidak hanya berperan sebagai tempat ibadah, tapi juga sebagai pusat pendidikan. Hal ini bisa dimanfaatkan sebagai solusi atas masalah SDM yang terjadi di Pesisir Selatan.

Selama ini surau di Sumbar juga telah banyak kehilangan identitasnya akibat munculnya berbagai sekolah formal. Hal ini memang tidak sepenuhnya salah, hanya saja surau di sini seharusnya mesti tetap memiliki peran di bidang pendidikan. Maka dari itu diperlukan upaya kreatif yang bisa menjadi solusi atas masalah SDM di Pesisir Selatan dan juga untuk mengembalikan peran surau di sektor pendidikan. Akhirnya penulis mencoba mengurai upaya kreatif tersebut dalam bentuk pendirian taman bacaan di surau dalam kemasan yang menarik sehingga memudahkan semua kalangan masyarakat dalam mengakses ilmu pengetahuan. 

Penulis memilih Nagari atau Kelurahan Kambang sebagai lokasi karena berdasarkan keterangan penduduk setempat kecamatan ini memiliki kondisi relatif paling parah dibanding kecamatan lain. Taman bacaan ini diberi nama “Palito Ilmu” Imami UI. “Palito Ilmu” berarti cahaya ilmu. Sedangkan Imami UI dikarenakan taman bacaan ini nanti dalam penyelenggaraannya akan bekerja sama dengan Ikatan Mahasiswa Minang (Imami) UI yang memang memiliki kegiatan sosial rutin setiap tahun di Sumatera Barat.

Tulisan ini merupakan latar belakang dari proposal Program Kreatifitas Mahasiswa Bidang Pengabdian Masyarakat (PKM-M) untuk Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (PIMNAS) 2012

No comments:

Post a Comment