Foto by Nyoman Anjani |
Indonesia
kaya akan warna-warni budayanya, beragam
suku asli telah berjuang di atas tanah Indonesia untuk mempertahankan
kedaulatannya, dan Indonesia juga adalah negara kepulauan terbesar atau mungkin
juga terindah di dunia.
Berabad-abad
sudah kebudayaan peradaban nusantara hidup dan berjuang untuk terus hidup.
Salah satu unsur kebudayaan yang giat diceriterakan ke berbagai penjuru dunia
ialah kesenian. Ragam kesenian, meliputi tari, musik, teater, hingga aneka
jenis lainnya.
Sejumlah
kesenian tersebut dibawakan tidak hanya oleh orang-orang Indonesia dari segala
umur, bahkan juga warga negara asing pun ikut membantu menyebarluaskan. Mereka
mempelajarinya, sampai dengan membuka program khusus di universitas untuk
menekuni hal tersebut. Begitu seriusnya mereka mencari tahu tentang suatu
budaya ; suatu produk peradaban yang mengandung ‘nilai’.
Nilai, ya
semua macam kesenian yang dipromosikan tersebut sesungguhnya mengandung nilai
dasar yang mempengaruhi tumbuh kembangnya peradaban tersebut. Terdapat ‘arti’
yang mendewasakan tata tutur hingga pola pikir mereka. Namun, apakah semua hal
ini cukup dipahami oleh para promotornya ; mereka yang mempromosikan?
Not
really, inilah
jawaban yang sering keluar dari sebagian mereka. Ada beberapa tafsiran dari
jawaban tersebut. Pertama, bisa jadi mereka cukup sedikit memahami secara umum
makna dan nilai dari kesenian tersebut. Kedua, jawaban tersebut bisa jadi
sebagai tameng agar si penanya tidak bertanya lebih banyak lagi, karena jika ditanya
bisa jadi ia tidak tahu apa-apa soal nilainya. Suneki (2015) dalam penelitiannya
berjudul “Dampak globalisasi terhadap eksistensi budaya daerah” di Jurnal
Ilmiah Ilmu Sosial dan Pendidikan Kewarganegaraan, menemukan bahwa kurangnya
pemaknaan sebagian pelaku seni terhadap kesenian tersebut disebabkan oleh
derasnya serbuan budaya luar yang datang akibat globalisasi.
Itulah
sebagian mereka, kita tetap mengapresiasi dan berterima kasih kepada mereka
karena telah bersemangat meluaskan salah satu produk kebudayaan bangsa,
Indonesia. Tapi kita akan lebih bangga lagi jika mereka juga memahami dengan
baik makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam ragam kesenian yang mereka
mainkan.
Pemahaman
kemudian akan membawa pada kesadaran pengakuan atas nilai-nilai tersebut.
Berikutnya, diharapkan nilai-nilai tersebut masuk dan melekat dalam identitas
pribadi, akhirnya menjadi karakter ; membentuk ciri ke-Indonesiaan.
Beberapa
yang terjadi hari ini ialah ; sebagian penggiat kesenian Indonesia yang sering
bertandang ke berbagai penjuru dunia dan bertemu kebudayaan baru disana,
tergiring dan bahkan larut oleh budaya pop disana. Akibat dari mereka kurang
atau bahkan tidak paham akan nilai dari budaya yang mereka bawa, sehingganya
kesenian tersebut hanya jadi topeng bagi mereka.
Topeng,
yang dipakai hanya ketika show dan hanya berarti sebagai properti yang
tak melekat dengan diri. Di luar show, mereka tidak hidup dengan nilai
dari produk budaya tersebut, mereka hidup dengan nilai ‘asing’ ; diluar budaya
asli (seharusnya).
Bukan
topeng, bukan hanya menjadi topeng mestinya semua kesenian yang mereka mainkan.
Menjadi pakaian inti, itulah hendaknya cara memperlakukan makna dari kesenian
tersebut. Pakaian yang ketika ia dilepaskan, maka akan memberi malu bagi
pemakainya. Karena itu, ia selalu dipakai kemana pun badan berjalan. Hal ini
juga kelak yang menjadikan ia ‘unik’ dan berbeda.
Memahami
dengan baik apa makna, nilai dari produk budaya ; bisa menjadi nilai
tambah bagi perkembangan life skill individu.
Penggiat
kesenian harusnya bukan sekedar menjadi penghibur yang menebar hiburan kosong
dan hampa. Tak hanya saja menjual gerakan dan harmonisasi nada, gerak, warna,
dan kemasan luar lainnya. Itu hanya hiburan semu yang punya daya tahan lemah
terhadap godaan hiburan lainnya yang dinamis dan bisa jadi lebih menarik.
Hiburan semu tersebut kering, dan akan hilang sampai lenyap dengan cepat.
Itulah,
salah satu penyebab banyak budaya asli Indonesia lekas lenyap. Krisis pemahaman
akan nilainya oleh si pemilik budaya. Ditambah pula serbuan budaya asing yang
marak dengan kekuatan kapitalnya, lumpuh sudah budaya tua itu. Tinggallah
beberapa orang yang masih mencoba memperjuangkannya, namun masih agak
terlunta-lunta, kurang berkekuatan ‘nilai’.
Maka bagi
para pejuang nilai-nilai ke-Indonesiaan, mari coba ketahui lebih dalam makna
kebudayaan tersebut. Yakinlah ketika kita mampu menemukannya, itu akan melekat
menjadi sebuah pembelajaran budaya yang sesungguhnya, yang ber’nilai’.
Dalam
skala yang lebih besar, panjang, dan luas, ini akan mampu menjadi sebuah cultural
understanding ; memperkaya nilai pemahaman atas ragam budaya. Lebih luas
lagi, usaha di atas akan memicu mutual understanding antar kebudayaan.
Ini berarti semakin mendekatkan kepada perdamaian ; harmonisasi peradaban,
lebih dari sekedar harmonisasi nada, gerak, dan warna.
Itulah
cita-cita besar jauh di depan sejatinya yang mampu diraih oleh para penggiat
promosi kesenian asli, jika mampu benar-benar memahami nilai yang terkandung di
dalam kesenian tersebut dan melekatkannya menjadi identitas yang dibanggakan.
Namun,
jika mereka tak kunjung berniat memahami ke arah tersebut dan terus hanya
berjingkrak kosong. Maka kita khawatir, suatu hari beberapa orang akan menyebut
penggiat kesenian Indonesia tak jauh berbeda layaknya topeng monyet, bertopeng
dan hanya bertugas sebagai penghibur yang mencari bayaran dan tepuk tangan.
Jika
beberapa tahun lalu santer berita tentang pelarangan topeng monyet karena
alasan ekploitasi binatang. Maka jangan sampai suatu hari nanti akan keluar berita
pelarangan promosi kesenian dengan alasan ekploitasi manusia.
Sebelum
kegilaan itu terjadi, mari mengenal lebih dalam kebudayaan kita. Sungguh banyak
nilai kearifan yang terkandung dalam berbagai produk kesenian dan bisa menjadi
modal berharga bagi pembangunan karakter bangsa.
setuju dengan isi dari tulisan ini tapi di dua paragraf terakhir itu maksudnya kakak setuju dengan adanya hiburan topeng monyet yang sepertinya mengeksploitasi hewan itu sendiri atau bagaimana? Makasih :)
ReplyDeleteterima kasih tanggapannya. good question!, tulisan ini tidak berfokus pada kasus terkini terkait itu, tapi pertanyaan itu jika dikaitkan dengan konten tulisan ini ; kita mungkin perlu mencari lebih tentang 'nilai' dari pertunjukan topeng monyet-nya, saya sendiri belum 're-search' tentang itu. saya lihat beberapa hari terakhir banyak tulisan di berbagai media terkait kasus tersebut, mungkin bisa dicari lebih disana.
ReplyDelete