“Selamat Tahun Baru
Islam, Semoga....”
Ucapan semacam di atas bertebaran beberapa hari lalu di
negeri-negeri berwarga muslim. Sebagian muslim merayakan dengan banyak macam selebrasi,
kurang banyak refleksi. Untuk melengkapinya, mari sedikit kita tambah refleksi.
1 Muharram, beberapa hari yang lalu, 1435 tahun sudah Islam
diturunkan melalui Muhammad SAW, Pemuda Arab yang menurut Michael H. Hart (sejarahwan
dan Ilmuwan Astrofisika Amerika Serikat) dalam bukunya “The 100: A Ranking of
the Most Influential Persons in History” disebutkan menjadi urutan pertama,
orang paling berpengaruh di dunia.
Lalu hari ini, sudah sejauh manakah pengaruhnya?. Islam
berjanji untuk menerangi peradaban dan menjadi rahmat bagi semesta alam.
Sudahkah terpenuhi?.
Kata ‘Selamat Tahun Baru Islam’ mengandung ambiguitas. Satu
sisi ini sebagai perlambang tahun baru ini dirayakan mengingat hari turunnya
Islam. Lain sisi, perayaan ini seakan hanya milik umat Islam.
Jika Islam memang rahmat bagi semesta alam, maka mestinya
ini juga perayaan bagi semesta ; siapapun.
Banyak umat di belahan bumi timur merayakan tahun baru Islam
sebagai kebanggaan mereka atas keislamannya. Bangga mestinya berupa sebentuk
syukur, yang kemudian dijabarkan dalam
bahasa berbagi nikmat kepada umat yang lain.
Di belahan bumi yang lain, ada sebagian umat cukup terbuka
dalam berbagi nikmat. Adalah suku asli di Amerika Utara, sebagian mereka masih
menjaga dengan baik kebudayaan mereka, termasuk ritual spiritual.
Sweat lodge, adalah
ritual sembayang mereka dari ribuan tahun yang lalu, dimana mereka berterima
kasih dan berdoa kepada sang pencipta untuk kebaikan mereka dan para pendahulu
mereka. Dalam ritual ini beberapa orang masuk ke dalam sebuah pondok yang di
dalamnya terdapat bara api pemanas suhu pondok tersebut. Suhu panasnya berkisar
antara 80-110o C. Di dalam pondok tersebut, mereka berdoa bersama,
semacam meditasi, mendekatkan diri dengan sang pencipta.
Ritual ini hingga hari ini masih dipertahankan dan mereka
juga terbuka bagi siapapun yang ingin mencoba. Di tengah krisis spiritual di
Amerika Utara, mereka seakan anomali yang punya semangat besar dalam mencari
spiritualitas. Bahkan salah seorang mereka berkata kepada seorang muslim, “saya
ingin melihat anda sholat”.
1435 tahun Islam hadir, namun sebagian dari suku asli di
Amerika Utara masih belum mengenal baik tentang Islam. Tidak ada hambatan
teknologi, mereka sudah maju, tapi ini sepertinya karena atmosfer di ‘jalan
pencarian’ yang tak mulus.
Seorang muslim meneteskan air mata usai menjalani ritual sweat lodge, bukan karena perih karena
panas. Namun karena ia mensyukuri betapa besarnya nikmat Islam yang ia peroleh
dan menyesali sebagian waktu hidupnya yang belum mampu memaksimalkan nikmat
tersebut. Islam mengajarkan jalan menuju Tuhan melalui ragam ibadahnya yang
mengandung kesalehan sosial. Sementara ia melihat saudaranya harus nyaris
membakar diri dalam jalannya menuju Tuhan.
Maka ini bisa menjadi cambuk bagi umat yang sudah merasa
menemukan Tuhan dalam agamanya masing-masing, syukurilah hal tersebut. Jadilah
pemeluk agama yang baik, yakini agamamu sebagai anugerah bagi semesta, yang
mengajarkan cinta kasih dan berbagi kebaikan bagi sesama. Bukan alat untuk
melebarkan jurang perbedaan, pemicu perang dan permusuhan, serta penyulut
kebencian.
Lalu bagi umat yang tak meyakini eksistensi Tuhan, saya rasa
anda menyerah dalam mencari dan memilih untuk kalah dalam pencarian kita.
Jika bagi anda, semua bisa dirasionalkan dan ilmiah, maka
pencarian ini juga akan ilmiah dalam prosesnya. Jika semua spirit dan
spiritualitas yang hadir dalam diri manusia berasal dari reaksi kimia yang
terjadi pada otak manusia, dan semua bisa dijelaskan oleh sains. Dan kemudian
kita akan selalu bicara tentang apapun bisa dijelaskan oleh sains, sains dibuat
oleh sains, dan begitu terus bertingkat hingga ke atas, maka siapa yang berada
di puncak teratas pencipta dari sains tersebut?.
Ini ibarat sebuah atom yang mengandung bagian inti dan
elektron. Ada inti yang tak terjamah oleh aneka indera manusia di bagian
teratas tersebut, elektronnya menyebar di setiap sela tingkatan, dekat dengan
kebingungan manusia. Terkadang manusia sudah sangat dekat dengan atom tersebut,
hanya saja kadang manusia sangat malas untuk menyempurnakan langkah terakhirnya
yang bisa jadi membawa ia menemukan yang ia cari.
Untuk Tuan, tuan yang merasa sudah mencapai langkah terakhir
atau terlahir dalam kondisi yang dekat dengan jalan pencarian tersebut,
sehingga memiliki pemahaman yang baik tentang sang Tuhan. Marilah bantu
menerangkan jalan saudara-saudara kita yang sedang dalam pencarian. Jangan
malah menghamburkan serapah sumpah yang mematikan semangat mereka dalam
mencari, atau bahkan menyerang mereka untuk melangkah mundur ; menyatakan
mereka sesat, sehingga akhirnya mereka benar-benar sesat dalam perjalanan
pencariannya.
Tuan, kau dicari, dibutuhkan oleh mereka untuk membantu
menunjukkan mereka jalan menuju Tuhan. Bagi ilmumu, Tuhan tidak ingin kau
datang padanya sendirian, Tuhan berharap kau datang bersama saudara-saudaramu,
berkumpul di hari akhir, hari-hari abadi.
Tuhan, kau dicari. Suara azan panggilan shalat bagi muslim
berkumandang tanpa pernah berhenti secara bergantian di seluruh penjuru dunia,
begitu juga dengan nyanyian puja puji Tuhan di gereja-gereja, ketenangan dan
kedamaian di pura, wihara, dan ragam jalan lainnya ditempuh hambaMu untuk
memanggilMu.
Dalam kitab-kitab suci Kau menyatakan memang Kau sengaja
menciptakan perbedaan untuk membuat para pencariMu untuk ‘saling mengenal’ ;
mengenal satu sama lain, mengenal jalan pencarian masing-masing?. Sebagian
sudah melakukan itu, sebagian mungkin menemukan, sebagian lagi hampir, sebagian
mundur berbalik arah.
Dalam kitab-kitab suci, Kau menyatakan Engkau maha pengasih
lagi maha penyayang, lalu bagaimana kasih sayangMu bagi mereka yang mencoba
mencari namun mungkin masih belum menemukanMu?. Hari akhir?, Kau akan menemui
mereka di hari tersebut?. Apa jaminan mereka akan bertemu Engkau di hari
tersebut?. Tuhan, Kau masih dicari.
Tulisan ini dimuat di Portal Kemenpora, 9 November 2013
Tulisan ini dimuat di Portal Kemenpora, 9 November 2013
No comments:
Post a Comment