Thursday, October 24, 2013

Menang!


 “Morning”, ujar seorang ayah dengan muka sumringah menyambut pagi kepada anaknya. Kata ini adalah kata pertama yang muncul setiap pagi-pagi di rumah itu. Dalam sarapan bersama sekeluarga, mereka berbagi cerita tentang ragam rencana kegiatan mereka masing-masing. “Good, excellent”, ujar sang ibu usai mendengar penjelasan anaknya yang ingin melakukan aneka kegiatan.

Have a nice day”, sebelum berpisah satu sama lain untuk melakukan kegiatan masing-masing, ucapan tersebut saling bersahut diantara mereka. Sesampai di tempat berkegiatan, mereka menuntaskan tanggung jawab masing-masing, dan lalu “great, perfect”, seorang teman memuji hasil kerja mereka. Usai berkegiatan seharian, dalam makan malam bersama, mereka berbagi cerita tentang apa yang telah dilalui seharian. “Cool, awesome”, sang anak kagum dengan pengalaman kerja orang tuanya.


Setelah makan malam, mereka berkegiatan bersama, mulai dari menonton film hingga bermain board game.Dalam kegiatan itu, bertebaran kata-kata pujian di atas ; good, great, cool, awesome, dan lainnya. Menjelang tidur, mereka pun saling menyatakan “good night”.

Begitulah sebagian besar hari-hari berlalu di sebagian peradaban di negara maju. Penuh dengan puja-puji, salam, dan tegur sapa. Semua itu bisa juga kita ringkas dalam istilah ; apresiasi.

Apresiasi berasal dari bahasa latin appretiatus yang berarti ; mengerti serta menyadari sepenuhnya hingga mampu menilai semestinya. Dalam perkembangannya, kemudian apresiasi dipahami sebagai bentuk penghargaan yang memberikan nilai positif.

Nilai positif yang dipompakan setiap hari kemudian menjadi dorongan (encourage) untuk maju ; optimisme. Selanjutnya inilah yang membangun mental atau karakter yang percaya diri. Karakter tersebut berikutnya melahirkan pribadi yang ‘menang’. Menang atas dirinya sendiri, mengalahkan kerendahan diri dan pesimisme.

Penghargaan memberikan nilai positif, lalu dengan nilai itulah yang membuat mereka memiliki ‘poin’ untuk menang.

Ada yang menang, berarti ada yang ‘kalah’. Apa yang terjadi ketika pribadi menang bertemu dengan pribadi yang kalah?.

Vice versa, pribadi yang kalah diakibatkan karena mereka kekurangan poin atau bahkan tidak memiliki poin ; berarti mereka kekurangan nilai, tidak memiliki nilai, hingga bahkan bernilai negatif. Hal ini tentu disebabkan oleh keseharian mereka yang kurang atau tidak ada penghargaan, bahkan sebaliknya, tekanan yang lebih sering mereka dapatkan.

“Bangun!, nanti telat lo nyampe sekolah!”, sambutan pagi di awal hari. Sang anak pun kemudian bangunkaget dan bergegas bersiap-siap, sarapan kilat, dan kemudian berhamburan ke sekolah. Dalam berbagai mata pelajaran, sang anak dihadapkan pada beban tugas pekerjaan rumah yang menumpuk dan air muka para guru yang suram.

Sepulang sekolah, sang anak tampak cukup stres dan mencoba berbagi curahan emosinya kepada orang tua. Namun ternyata si orang tua pun punya masalah di pekerjaan dan terbawa mood marah ke anaknya ketika sang anak memulai curhat-nya.

Hal di ataslah yang sering terjadi pada hari-hari sebagian peradaban di negara berkembang. Banyaknya tekanan dan sangat kurangnya penghargaan akhirnya membentuk karakter yang tidak percaya diri dan rendah diri.

Jika kondisi pribadi yang menang dan kalah tadi digambarkan dalam kurva angka. Maka yang menang memiliki sejumlah poin positif dan yang kalah berpoin negatif dan selisih nilai mereka tentu berjarak cukup jauh. Pribadi yang percaya diri bertemu dengan si rendah diri.

Penularan

Bagi pribadi yang menang, ada tiga pilihan sikap ketika bertemu si kalah. Pertama, ‘membantai’ si kalah sehingga si menang mampu menang telak. Kedua, mengabaikannya dan tidak merubah apa-apa. Ketiga, berbagi poin ; menularkan semangat menang dan membantu si kalah bangkit dari tekanan kekalahan mereka.

Untuk si kalah pun, ia juga mesti memilih sikap. Bertahan dan pasrah dalam kekalahan atau menggali semangat untuk berjuang perlahan menang.

Ketika si kalah memilih berjuang dan si menang menetapkan pilihan ketiga untuk berbagi, maka ini akan menjadi kabar baik bagi masa depan. Menuju peradaban yang saling mendukung, makmur bersama, dan bersatu dalam perdamaian.

Si menang akan pelan-pelan mengajarkan keseharian bersama yang penuh dengan dorongan dalam apresiasi. Membiasakan si kalah dengan puja-puji, mengakrabkannya dengan salam dan tegur sapa. Lambat laun si kalah akan mulai lepas dari belenggu ketakutannya sendiri atas kelemahannya dan mengenali potensinya.

Pertemuan antara pribadi yang menang dan kalah mesti semakin banyak digiatkan dan pilihan mereka untuk saling membangun dijaga untuk terus berkesinambungan.

Mari mulai perlahan tularkan semangat pribadi yang menang. Perbanyak memberikan penghargaan dan terus memberi dorongan. Terus dan menerus lakukan dan sebarkan.

Kita akan menanti suatu hari dimana banyak pribadi kemudian mampu menang, tanpa harus saling mengalahkan.

2 comments:

  1. Setuju Kak! budaya mengapresiasi ini memang kurang diantara kita,lebih banyak perilaku yang menciptakan keminderan.Pelajaran seperti diatas bisa dijadiin contoh banget,Nice Kak :D

    ReplyDelete
  2. yap, ayo mulai dr kita, dan lingkungan masing2, keep spread it!

    ReplyDelete