X Factor Indonesia pun usai dan Fatin juaranya. Program TV
yang merupakan adopsi dari Amerika Serikat (AS) dan puluhan negara lain (yang
mengikuti) ini sepertinya menyusul kesuksesan pendahulunya, Indonesian Idol.
Rating stasiun TV penayang program ini pun (kembali) melesat berkat
keberhasilan (racikan) program ini meraih perhatian jutaan pasang mata. Semua
tentang penilaian yang terkait program ini, sangat dominan berujung pada kata
‘sukses’. Lalu seberapa ‘utuh’ sesungguhnya kata ‘sukses’ tersebut melekat
dalam program ini ?.
Program ini bernama X Factor indonesia, kompetisi tarik
suara berbasis pada keberadaan Faktor X sang peserta dan kemudian (juga)
diadakan di Indonesia. X Factor Indonesia (sangat) mengadopsi X Factor
pendahulunya di sejumlah negara lain.
Jika X Factor menggunakan prinsip adopsi, maka di stasiun TV
yang berbeda juga ada sebuah program yang mirip dengan program TV sukses di AS.
Namun ide program ini menggunakan konsep adaptasi. Program tersebut mengambil
ide besar dari program sebelumnya dan kemudian disesuaikan dengan nilai
ke-Indonesiaan.
Itulah mengapa kata “Indonesia” dalam judul di atas diberi
tanda kutip, karena kemudian ternyata X Factor Indonesia (dirasa) sangat minim
dengan nilai-nilai ke-Indonesiaan. Mulai dari judul program hingga berbagai
konten acara dalam program ini sangat didominasi oleh nilai asing, salah
satunya dalam hal bahasa. Bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan yang
mendasar dan kondisinya di Indonesia yang sekarang semakin terpinggirkan,
mestinya mendapat perhatian lebih.
Selanjutnya seiring dengan gelar juara yang jatuh kepada
Fatin, maka ada sebuah stigma yang seolah semakin diperkuat disini. Adalah
maraknya pernyataan bahwa karakter suara Fatin hanya cocok untuk lagu ‘barat’.
Hal ini mencerminkan kecendrungan berpikir yang memenangkan paham westernisasi
di Indonesia. Ke-Indonesiaan pun semakin terkikis.
Terhadap tesis di atas, kemudian muncul pembelaan bahwa
penggunaan bahasa asing tersebut adalah atas nama sifat ‘universal’. Kemudian
muncul diskursus berikutnya tentang milik siapa porsi kata ‘universal’.
Kenyataannya, ‘universal’ merujuk pada peradaban yang (sekarang) tengah maju.
Kemajuan peradaban tersebut membuat mereka mampu menginvasi dunia untuk
mengedepankan bahasanya. Alhasil mayoritas negara di dunia pun dituntut untuk
tunduk dalam invasi tersebut. Tapi di Indonesia, ketundukan tersebut sepertinya
terjadi secara berlebihan, lebih dari tunduk, namun takluk.
Intelektual legendaris Indonesia, Nurcholish Madjid (Cak
Nur) seringkali memberi contoh perbandingan sekularisasi di Turki dengan di
Jepang dalam konteks konservasi nilai kebudayaan. Sekularisasi di Turki (tak
sengaja) menggunakan konsep adopsi, sedangkan di Jepang melalui proses
adaptasi, sehingganya nilai-nilai asli budaya mereka pun mampu tetap dijaga
menjadi sebuah karakter. Dalam konteks X Factor, mana yang lebih banyak
dinyanyikan antara lagu asing atau lagu bernilai Indonesia ?.
X Factor Indonesia pertama memang sudah sukses mencerdaskan
masyarakat indonesia tentang urgensi Faktor X yang bergulat dengan karakter.
Melahirkan fatin, yang selain dengan karakter suara berbeda yang
mengantarkannya, Faktor X dari kepribadian (identitas)nya tak dapat dipungkiri
juga mendorong kesuksesannya.
Namun tentu selalu ada evaluasi untuk perbaikan, penting
untuk kembali memperdalam konsep dari X Factor Indonesia, tentang memaknai
frase “X Factor” dan kata “Indonesia”. X Factor bukan saja dalam konteks
kompetensi suara, tapi mestinya juga tentang karakter seorang bintang yang
kemudian menjadi figur publik. Lalu juga mesti dipahami kata ‘Indonesia’
sebagai sesuatu yang ‘men-jadi’, tentang nilai dan karakter yang
meng-Indonesia. Bukan sekedar program adopsi pindah negara, ini tentang
penyesuaian nilai cita rasa indonesia
Terakhir, X Factor Indonesia hanyalah satu contoh dari hal
serupa lain yang menggurita di negeri ini, tentang pudarnya (nilai) karakter
ke-Indonesiaan kita. Jangan tunggu lenyap hingga kemudian ia hanya menjadi
dongeng bagi anak cucu anda.
Lebih lanjut di Kompasiana
Lebih lanjut di Kompasiana
Terima kasih. Siap.
ReplyDeleteAmin sama sama :-)
ReplyDelete