Jargon inilah yang selama ini senantiasa menggema di
seantero kampus sejagat nusantara. Ada tiga peran utama mahasiswa, yaitu : agent of change, moral force, dan iron stock. Doktrin ini ditanamkan
kepada para mahasiswa baru dan dikawal terus untuk selalu membahana di alam
pikiran mereka. Jargon dan doktrin tersebut diteriakkan hampir di semua kampus
di Indonesia. Dalam euforianya mereka sebut ini sebagai idealisme. Dalam metaforanya
mereka anggap ini sebagai tulang punggung pergerakan. Ya begitulah romantisme
dunia mahasiswa, kenikmatan dilematis seni berjuang.
Tidak ada yang salah dalam fenomena di atas, proses belajar
yang dinamis adalah sesuatu yang positif dalam dunia pendidikan tinggi. Namun
alangkah lebih sempurnanya jika romantisme mahasiswa tersebut diurai lebih
membumi dan kontekstual. Sehingganya “hidup rakyat Indonesia” yang selalu
menggetarkan ruang-ruang pusat kegiatan mahasiswa tersebut tak hanya sebatas
jargon. Kondisi ideal sesungguhnya telah terpatri dalam tri dharma perguruan
tinggi : pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Hanya saja
seringkali tri dharma ini dikalahkan oleh romantisme di atas. Buktinya, masih
banyak mahasiswa yang tidak tahu dengan tri dharma tersebut.
Pengabdian masyarakat, poin ketiga dari tri dharma ini
adalah solusi bagi romantisme yang lebay
di atas. Mendekatkan diri dengan masyarakat dapat melunturkan kadar romantisme
tersebut menjadi lebih membumi dan kontekstual. Sebagian mahasiswa telah
mencoba langkah ini melalui berbagai pendekatan. Saat ini pendekatan paling
populer mereka sebut dengan program pembinaan desa. Banyak ragam dari kegiatan
sejenis ini. Mereka turun langsung ke masyarakat memberikan aneka pencerdasan
dan bantuan dengan balutan almamater masing-masing dan identitas seorang
akademisinya.
Karang taruna, suatu wadah yang akhir-akhir ini sudah
terdengar asing di sebagian besar mahasiswa. Wadah perkumpulan pemuda-pemuda
tingkat administratif terendah ini namanya sudah hampir terbenam. Bahkan
mungkin tidak ada lagi prestige
tersisa bagi wadah yang lebih dikenal dengan kumpulan pemuda kampung ini.
Mahasiswa terlalu larut dalam romantisme dan balutan status sosial yang
disandangnya sehingga mengecilkan karang taruna yang sesungguhnya berpotensi
besar sebagai wadah sesungguhnya pengabdian masyarakat.
Pendekatan pengabdian masyarakat oleh mahasiswa melalui
karang taruna merupakan sebuah solusi baru yang menebar multimanfaaat. Pertama
langkah ini bisa menjadi era reinkarnasi karang taruna. Mahasiswa dengan
berbagai pengalaman organisasinya di kampus bisa menghidupkan kembali wadah ini
menjadi lebih berkarya memberdayakan pemuda untuk membangun daerah tempat
tinggalnya. Kedua hal ini juga sebagai upaya membumikan status mahasiswa.
Mahasiswa disini berkontribusi dalam identitasnya sebagai pemuda daerah dimana
ia tinggal, melepaskan segala atribut akademisnya. Terakhir inilah memang yang
disebut sebagai HIDUP ‘RAKYAT’ INDONESIA!.
Ibnu Budiman
Ketua Umum KSM Eka
Prasetya Universitas Indonesia
No comments:
Post a Comment