Saturday, January 19, 2013

Geliat Anak Daerah untuk Bangsa



Anak daerah, begitulah sebutan bagi para mahasiswa asal luar kota tempat kampus mereka berada. Sebutan ini merupakan simplifikasi dari istilah awalnya mahasiswa daerah. Penggunaan kata ‘daerah’ disini diakibatkan oleh adanya pemaknaan terhadap pemahaman daerah pusat dan daerah sekitarnya. Daerah pusat kemudian populer dianggap sebagai daerah perkotaan dan daerah sekitarnya dianggap sebagai pedesaan yang kemudian lebih akrab disebut sebagai ‘daerah’. Sebagai contoh, para mahasiswa asal luar Jakarta yang berkuliah di Jakarta akan disebut sebagai anak daerah.

Anak daerah adalah para pembelajar tangguh yang berjuang untuk masa depan Indonesia yang lebih cerah.

Ketimpangan Persebaran Pendidikan Tinggi di Indonesia

Kemunculan para anak daerah dalam khazanah dunia pendidikan di Indonesia tentu memiliki penyebab layaknya hukum aksi-reaksi. Penyebab awalnya bermula dari kesalahan strategi pembangunan di zaman orde baru. Jawanisasi dan sentralisasi yang dilakukan berdampak terhadap tidak meratanya pembangunan di Indonesia.

Kesalahan ini akhirnya juga menyebabkan gagalnya pemerintah dalam upaya pemerataan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi. Alhasil, persebaran kuantitas dan juga kualitas perguruan tinggi (PT) di Indonesia sangat tidak merata dari sabang hingga merauke.

Data Dikti tahun 2010 tentang persebaran kuantitas PT di Indonesia menunjukkan bahwa dari 3098 PT di Indonesia, 1504 atau hampir 50 %-nya berada di Pulau Jawa. Jumlah tersebut dominan di  Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Jawa Timur.

Kemudian juga, dari segi kualitas ketimpangan juga berbanding lurus dengan yang terjadi pada persebaran kuantitas di atas. Berdasar sejumlah ranking universitas yang dibuat oleh berbagai lembaga menunjukkan bahwa rata-rata sejumlah PT di Jawa memiliki peringkat lebih tinggi dibanding PT di luar Jawa.

Selanjutnya, kondisi ketimpangan persebaran kuantitas dan kualitas PT di atas tentu juga berbanding lurus terhadap persebaran jumlah mahasiswa.

Menurut Menteri Pendidikan M. Nuh pada tahun 2011 jumlah mahasiswa di Indonesia mencapai 4,8 juta orang dan lebih dari 50% dari mereka terpusat di Pulau Jawa.

Semua ketimpangan di atas akhirnya membuat kualitas dan juga kuantitas pendidikan tinggi di Pulau Jawa menjadi lebih tinggi.

Ketimpangan ini sudah terlalu berlarut, sehingga sulit untuk diratakan. Pendidikan tinggi di Pulau Jawa semakin membaik dengan akselerasi perkembangan yang semakin cepat dan pendidikan tinggi di daerah berupaya untuk mengejar namun dengan akselerasi yang lebih lambat. Hal ini tentu membuat jurang ketimpangan semakin melebar. Popularitas pendidikan tinggi yang lebih baik melambung jauh, dan yang tidak lebih baik perlahan meredup.

Bagi para siswa sekolah menengah atas (SMA)/sederajat yang akan melanjutkan ke pendidikan tinggi, tentu persoalan ketimpangan di atas belum terlalu menjadi perhatian bagi mereka. Sebagian besar mereka hanya berpikir bagaimana cara mendapatkan pendidikan tinggi yang ideal bagi mereka. Hasil tempaan di sebagian besar sekolah mereka mengarahkan untuk memilih pendidikan tinggi yang lebih baik. Alhasil mereka pun berlomba-lomba untuk mendapatkan hal tersebut.

Maka akhirnya tidak heran jika setiap tahunnya fakta menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa di Pulau Jawa terus bertambah.

Kecendrungan Merantau

Kondisi di atas kemudian juga didukung oleh budaya merantau yang dianut sejumlah suku di Indonesia. Merantau adalah kebudayaan meninggalkan kampung halaman dan pergi ke luar daerah mereka untuk menuntut ilmu atau mencari kehidupan yang lebih baik.

Menurut sejumlah sumber, beberapa suku dengan budaya merantau terkuat di Indonesia adalah Batak, Bugis, dan Minangkabau.

Budaya tersebut akhirnya turut mendukung sejumlah anak-anak mereka untuk melanjutkan pendidikan di luar daerah mereka.

Selain itu, kemajuan akses transportasi dan komunikasi yang terjadi juga semakin membuat deras laju merantau yang terjadi. Perkembangan teknologi transportasi dan komunikasi yang terjadi membuat anak mana pun dari pelosok Indonesia bisa berkuliah di pendidikan tinggi terbaik di negeri ini.

Dalam studi demografi laju merantau ini dipahami sebagai salah satu bentuk migrasi yang terjadi. Laju migrasi mereka yang meningkat setiap tahunnya membuat jumlah mereka terus bertambah.

Organisasi Mahasiswa Daerah

“Mangan ga mangan yang penting ngumpul (Makan ga Makan, yang penting ngumpul)”, ungkapan tersebut sering digunakan oleh banyak Orang Jawa dalam menggambarkan kebiasaan mereka yang suka berkumpul atau nongkrong. Kebiasaan ini sesungguhnya tidak hanya dilakukan oleh Orang-orang Jawa, sejumlah suku lain pun di Indonesia juga akrab dengan kebiasaan ini. Hal ini terlihat dari keberadaan sejumlah perkumpulan mahasiswa daerah di sejumlah PT di Indonesia.

Hasil survey yang dilakukan oleh Ikatan Mahasiswa Bogor pada tahun 2007 menunjukkan jumlah organisasi mahasiswa daerah di Indonesia mencapai ribuan. Bahkan beberapa diantara mereka memiliki aliansi antar kampus yang mempertemukan organisasi mahasiswa dari suatu daerah yang berasal dari berbagai kampus. Fokus kegiatan organisasi mahasiswa daerah ini cukup beragam, mulai dari bidang pendidikan, sosial kemasyarkatan, hingga seni budaya.

Dari sejumlah organisasi mahasiswa daerah yang terdata di atas, sebagian besar berada di perguruan tinggi negeri (PTN) terbaik di Pulau Jawa, yaitu Universitas Indonesia (UI), Universitas Gajah mada (UGM), dan Institut Negeri Bandung (ITB). Hal ini tentu disebabkan oleh popularitas PTN tersebut yang tersebar di seantero negeri sehingga memanggil sejumlah putra terbaik daerah untuk bergabung bersama mereka.

UI sebagai kampus yang menyandang nama negara memiliki 53.. organisasi mahasiswa daerah dari Aceh hingga Papua. Jumlah ini berdasar pada data dari Paguyuban Nusantara UI yang merupakan aliansi dari organisasi-organisasi mahasiswa daerah tersebut. Di UI, organisasi mahasiswa daerah biasa disebut dengan istilah ‘paguyuban daerah’. Hingga saat ini, status mereka adalah organ ekstra kampus karena masih belum dianggap resmi oleh UI.

Dari 53 paguyuban daerah yang ada, sebagian besarnya berasal dari Pulau Jawa. Ada perbedaan mendasar dari paguyuban daerah dari Pulau Jawa dengan luar Jawa. Sebagian besar yang berasal dari Pulau Jawa membuat paguyuban dengan skala per kota/kabupaten, sedangkan yang di luar Jawa dengan skala per provinsi. Hal ini disebabkan oleh jumlah mahasiswa asli Jawa yang lebih banyak dan aroma kesatuan per kota yang lebih kuat dibanding kesatuan dalam tingkat provinsi.

Salah satu paguyuban daerah di UI yang tertua adalah Ikatan Mahasiswa Minang (Imami) UI. Imami UI juga telah membuktikan keberhasilan kontribusi mereka membangun bangsa dengan fokus di bidang pendidikan. Salah satunya melalui kegiatan “Kampus Goes to Kampuang (KGTK)” yang dimulai dari tahun 2003. KGTK ini berawal dari keinginan mereka untuk memberikan kontribusi untuk daerah asal mereka. Sehingganya muncullah di tahun tersebut KGTK pertama yang terdiri dari sejumlah kegiatan, yaitu ; roadshow pencerdasan pendidikan, try out SNMPTN, dan Bedah Kampus UI. KGTK dilakukan di Bulan Januari ketika libur semester ganjil.

Kegiatan ini kemudian terus dilanjutkan setiap tahunnya hingga sekarang oleh penerus Imami UI. Jenis kegiatannya pun juga turut mengalami perkembangan, hingga meliputi workshop potensi bencana, studi islam dan adat, Minangkabau Culture Festival, lomba fotografi, esay, dan kaligrafi, dan sejumlah kegiatan lainnya. Tahun 2013 ini KGTK menginjak usia 1 dekade dan merayakan KGTK ke-10 nya dengan sejumlah kegiatan yang lebih menggebrak dibanding sebelum-sebelumnya. Salah satu inovasi baru kegiatan KGTK 10 adalah adanya kegiatan Imami Mengajar yang mengadaptasi dari Gerakan Indonesia Mengajar...

Dampak dari penyelenggaraan KGTK ini setiap tahunnya menciptakan dampak yang cukup drastis. Jumlah mahasiswa asal Sumatera Barat di UI pun mengalami peningkatan pesat mencapai 20% setiap tahunnya. Saat ini terdapat lebih dari 700 orang anggota dari Imami UI. Kesuksesan ini pun alhasil memicu keinginan paguyuban daerah lainnya untuk turut meningkatkan kontribusi mereka, terutama di bidang pendidikan.

Lain halnya dengan sejumlah paguyuban daerah di UI, di ITB sejumlah organisasi mahasiswa daerah disini lebih fokus di bidang seni budaya dan status mereka adalah sebagai organ intra kampus yang diakui legal formal sebagai unit kegiatan mahasiswa (UKM).

Kegiatan sejumlah UKM ini sangat aktif dalam pelestarian dan pengembangan kebudayaan daerah mereka masing-masing. Bahkan beberapa diantara mereka sudah mencapai level internasional dalam promosi kebudayaan tersebut.

Selanjutnya di UGM yang merupakan kota pelajar dimana heterogenitas daerah asal mahasiswanya lebih tinggi, jumlah organisasi mahasiswa daerah disini tidak kalah banyak dengan di UI dan ITB. Namun ada satu keunikan yang berbeda dengan di UI dan ITB yang ditemui di UGM. Jika di ITB dan UI sedikit ditemui organisasi mahasiswa daerah dari daerah timur Indonesia, maka di UGM-lah bisa ditemukan mereka.

Kegiatan sejumlah organisasi mahasiswa daerah di UGM tidak jauh berbeda dengan kegiatan sejumlah paguyuban daerah di UI, yakni di bidang pendidikan.

Begitulah kontribusi sejumlah organisasi mahasiswa daerah yang ada di beberapa kampus terbaik di Indonesia. Setiap tahunnya kontribusi mereka terus mengalami peningkatan kualitas maupun kuantitas.

(De)Migrasi

Dibalik kecemerlangan kesuksesan kontribusi sejumlah organisasi mahasiswa daerah di atas, ada sebuah fenomena lain yang berpotensi merugikan daerah asal para mahasiswa tersebut. Sebagian besar gerakan yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa daerah ini berasal dari kampus-kampus besar di Pulau Jawa dan gerakan tersebut cenderung semakin mengajak para junior mereka di daerah untuk ikut serta menyusul mereka untuk bermigrasi. Hal inilah yang pada akhirnya semakin memusatkan persebaran mahasiswa semakin terpusat di Pulau Jawa.

Sebagian besar mereka yang bermigrasi adalah mereka yang dengan kemampuan akademik relatif lebih baik daripada yang tidak bermigrasi. Sehingganya terjadilah fenomena brain drain dalam skala provinsi di Indonesia. Dimana sumber daya manusia (SDM) berkualitas dari luar Jawa terhisap ke Pulau Jawa.

Setelah selesai studi dan mencari pengalaman bekerja, sebagian besar mereka tidak banyak yang kembali lagi ke daerah masing-masing untuk mengabdi membangun daerahnya.

Hal ini dibuktikan dari angka migrasi netto yang negatif di beberapa provinsi. Migrasi netto berasal dari pengurangan angka migrasi masuk dengan migrasi keluar, sehingga terlihat berapa perubahan jumlah penduduk yang terjadi. Beberapa provinsi yang memiliki etnik dengan kebudayan merantau tinggi menunjukkan angka migrasi netto yang negatif tersebut, antara lain  Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Hal ini pun menjadi tugas baru yang harus disadari oleh sejumlah kalangan, terutama para organisasi mahasiswa daerah tersebut dan pemerintah daerah asal mereka masing-masing.

Bagi para organisasi mahasiswa daerah, mereka harus mulai memikirkan dan mempersiapkan kewajiban mereka untuk bagaimana mendorong para SDM berkualitas dari daerah mereka untuk bisa kembali lagi ke daerah mengaplikasikan ilmu yang telah didapat serta mengabdikan diri membangun daerah tersebut.

Banyak cara untuk berkontribusi dalam pembangunan daerah. Namun untuk merubah siklus kemiskinan yang menjadi momok di Indonesia menjadi sebuah siklus kemakmuran, diperlukan strategi pembangunan yang tepat sasaran. Ada tiga unsur dalam siklus kemiskinan, yaitu ; pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Untuk memperbaiki siklus tersebut, maka kita tidak harus menyentuh semuanya, cukup dengan fokus kepada salah satu unsur dari ketiga tersebut. Maka kita akan dapat memutar roda siklus tersebut sehingga kemiskinan dapat berubah menjadi kemakmuran.

Dalam konteks organisasi mahasiswa daerah yang sebelumnya beberapa diantaranya telah terbiasa dengan gerakan pencerdasan pendidikan di daerah mereka. Maka unsur pendidikan dapat menjadi sebuah unsur yang bisa menjadi target sasaran perbaikan dalam membangun daerah. Membangun bidang pendidikan adalah sebuah investasi jangka panjang. Dengan menciptakan pemerataan kuantitas dan kualitas pendidikan di daerah masing-masing, maka diharapkan dapat mengurangi angka migrasi serta brain drain di masa mendatang. Sehingganya terciptalah SDM-SDM berkualitas yang merata di setiap daerah di Indonesia. Merekalah yang akan mentransformasi siklus kemiskinan saat ini menjadi siklus kemakmuran di masa mendatang.

Karena fondasi Indonesia ada di daerah-daerah..

Esai ini menjadi finalis dalam Gema Lomba Karya Esai Nasional tahun 2012 BEM UNDIKSHA Bali dan dibukukan dalam Buku "Merawat Indonesia untuk Kepemimpinan Alternatif", 2012.

No comments:

Post a Comment