Tuesday, October 30, 2012

Mudik dan Jakarta


“Mudik” dan “Jakarta”, kedua kata ini sepertinya cukup akrab dipertemukan dalam berbagai bahasan atau obrolan dimana-mana menjelang lebaran atau pun setelah lebaran.

Mudik adalah istilah untuk pulang kampung yang menjadi budaya dari masyarakat Indonesia terutama di hari-hari besar keagamaan dan liburan. Sedangkan Jakarta adalah kota metropolitan di Indonesia dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia, mencapai 12.992 jiwa per km2 menurut data tahun 2010 dari Bappenas.

Keterkaitan antara mudik dengan Kota Jakarta adalah sebuah hal yang lumrah, mengingat Jakarta adalah daerah dengan angka terbesar asal arus mudik dan tujuan arus balik. Menurut survey dari Litbang Kementrian Perhubungan, diprediksi jumlah pemudik tahun 2012 ini mencapai 22 juta jiwa dan sekitar 8,3 juta atau lebih dari 30 %-nya berasal dari DKI Jakarta.

Selanjutnya, terkait arus balik, menurut sejumlah kepala terminal bis di Jakarta, setiap tahunnya selalu terjadi jumlah arus balik yang selalu lebih tinggi daripada arus mudik. Hal ini diakibatkan oleh banyaknya pemudik yang membawa para kerabatnya ketika kembali ke Jakarta. Kemudian juga dikarenakan penyelenggaraan mudik gratis yang semakin menjamur.

Kepala Dinas Dukcapil DKI Jakarta Purba Hutapea mengatakan masalah urbanisasi merupakan masalah tahunan yang selalu dihadapi pasca-Lebaran. Tahun 2011, jumlah pendatang baru di Jakarta mencapai 51.875 orang. Meskipun dari tahun 2003 hingga 2011 terjadi tren penurunan, namun ada kemungkinan tahun ini bisa naik karena adanya harapan perubahan Jakarta seiring isu pilkada yang tengah bergulir.

Pada setiap menjelang Lebaran, Dinas Dukcapil DKI selalu melakukan sosialisasi melalui spanduk, leaflet, dan seruan gubernur. Semuanya dipasang di stasiun, terminal, pelabuhan dan bandara tempat keberangkatan para pemudik. Hal ini dilakukan sebagai upaya mencegah laju urbanisasi, namun fakta setiap tahunnya mereka tetap berdatangan dan menambah sejumlah permasalahan baru di Jakarta.

Sudah begitu banyak masalah di Jakarta, mulai dari kondisi fisik seperti daya dukung lingkungan yang meliputi udara, tanah, air dan lainnya sudah sangat kritis, hingga masalah sosial yang tak terbendung.

Mudik seharusnya menjadi momentum bagi para pemudik untuk mengobservasi daerah asalnya. Mulai dari mempelajari masalah yang ada, memecahkannya,hingga menggali potensi-potensi yang tersembunyi. Dari semua itu diharapkan para pemudik menyadari bahwa daerah asalnya membutuhkan suntikan sumber daya untuk akselerasi pembangunannya. Modal ilmu yang didapat di Jakarta seharusnya bisa dikembangkan untuk hal tersebut.

Para pemudik seharusnya membangun daerah asal masing-masing. Salah satunya bisa dengan membuka lapangan pekerjaan di sana. Hal ini tentu akan menyerap tenaga kerja sehingga mengurangi urbanisasi ke Jakarta. Alhasil, permasalahan di Jakarta akan berkurang.

Janganlah memanjakan saudara di daerah asal dengan memberi godaan kemewahan Jakarta yang dianggap memberi harapan penghidupan. Jakarta sudah sesak dan sebaliknya daerah asal penuh kedamaian dan menyimpan sejuta potensi luar biasa. Sudah saatnya mengubah cara pandang kita terhadap “Mudik” dan “Jakarta”. Jadikanlah Mudik sebagai momentum meninggalkan Jakarta dan membangun daerah asal, demi terwujudnya pemerataan pembangunan di Indonesia.

Tulisan ini dimuat di Seputar Indonesia 18 August 2012


2 comments:

  1. Bagaimana cara yang tepat guna menyadarkan masyarakat urban tersebut? Apakah pemerintah sudah memikirkan cara nya? Hal yang baik jika semua penduduk urban dapat berfikir seperti itu. Selebih yang belum menetap tinggal di jakarta.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Menyadarkannya bisa dg ngasi contoh sukses orang2 yg udah nyobain sebelumnya : pulang mbangun deso. Bisa juga dg ngasi kondisi miris ketimpangan di daerah buat menarik simpati mereka
      Pemerintah kayanya blom berbuat banyak buat ini. Kita bisa garap juga rekomendasi buat pemerintah daerah buat manggil putra2i terbaik mereka buat pulang

      Yap. Mari bantu share ke lingkaran kita masing2

      Delete