Tuesday, February 18, 2014

Orang(h)utan



“Mengapa harus selamatkan orangutan?. Sementara masih banyak orang beneran yang lebih butuh untuk diselamatkan”

Sejumlah pertanyaan atau pernyataan sekitar lingkup di atas kembali bertebaran akhir-akhir ini, usai berita tentang Pelepasliaran Orangutan oleh BOSF (Borneo Orangutan Survival Foundation / Yayasan Penyelamatan Orangutan Borneo) beberapa waktu yang lalu. Hal ini memang hampir selalu terjadi bagi sebagian orang yang belum cukup paham, di setiap program pelepasliaran yang dilakukan.

Jadi, kenapa harus diselamatkan?.


Orangutan adalah ‘satwa penyebar biji’ yang efektif di alam dan penghuni serta ‘pemelihara hutan’. Hutan kalau tak ada penghuni tentu kelangsungan hidupnya akan terbatas karena tak ada yang membantu dalam  regenerasi hutan. Orangutan membuang biji-biji buah yang mereka makan melalui kotorannya. Ketika orangutan menjelajah, mereka membuka kanopi hutan sehingga sinar matahari bisa masuk dan membuat biji-bijian tersebut tumbuh subur, itulah yang kemudian membuat hutan terus bertumbuh.

Wahyono (2008) menulis, fakta di lapangan yang telah dilakukan oleh Prof. Galdikas tentang penyebaran biji oleh orangutan menunjukkan bahwa kera merah ini menyebarkan lebih dari 35 jenis tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi penting bagi kehidupan umat manusia. Misalnya, berbagai jenis buah yang belum dibudidayakan, jelutung sumber karet alam sebagai bahan dasar permen karet dan berbagai jenis meranti.

Makhluk hidup yang satu tergantung dengan mahluk hidup yang lain. Bila salah satu musnah maka akan terjadi ketidakseimbangan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, musnahnya burung dodo di Kepulauan Mauritus. Dampaknya bagi kehidupan terlihat 100 tahun kemudian, yaitu dengan hilangnya tumbuhan Calvalia major, dimana pertumbuhannya memerlukan bantuan pencernaan burung tersebut.

Orangutan juga mempunyai peranan seperti di atas. Tumbuhan yang dimakan langsung ataupun tidak dibantu oleh orangutan dalam penyebarannya. Ada sebuah percobaan penanaman biji duku hutan yang jatuh langsung dan biji yang berada pada kotoran orangutan. Terbukti bahwa biji yang keluar bersama kotoran orangutan, pertumbuhan kecambahnya lebih cepat daripada yang diambil langsung dari pohon.

Contoh kecil ini dapatlah menjadi sebuah illustrasi, bahwa suatu tumbuhan memerlukan sebuah media untuk tumbuh. Benalu akan cepat tumbuh bila melalui pencernaan burung Prenjak dan sulit untuk tumbuh bila ditanam langsung dari biji yang diambil dari pohon tersebut. Masih banyak contoh kejadian alam semacam itu, satu sama lain saling menggantungkan untuk pertumbuhan.

Hutan yang lestari dan terus bertumbuh, inilah yang dibutuhkan manusia, kita. Hutan yang menyediakan sumber penghidupan yang bermanfaat dan udara yang bersih. Ini juga yang akan melindungi kita dari ancaman bencana banjir, tanah longsor, dan kekeringan. Hutan yang lestari melindungi tanah dari bahaya erosi yang menghilangkan lapisan tanah yang subur.

Singkatnya, menyelamatkan orangutan ialah demi kelestarian hutan ; dan hutan demi kelestarian manusia atau orang beneran.

Dan apa kabar kondisi sang pemelihara hutan tersebut dan penyelamatannya hari ini ?

Orangutan, satu-satunya great ape yang ada di Asia ini, hanya tersisa 55.000 individu di Sumatera dan Borneo (BOSF, 2009). Jumlah ini sudah dikategorikan sudah ‘sangat terancam punah’ untuk Sumatera dan ‘langka’ untuk Borneo. Sejumlah penyebabnya adalah ; tekanan populasi penduduk yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan, pembakaran hutan, pertambangan, deforestasi, dan perburuan. Semua ini semakin menjadi-jadi juga dikarenakan lemahnya penegakan hukum terkait hal ini. Sementara Hutan Sumatera dan Borneo termasuk ke dalam bagian besar dari paru-paru dunia.

Sebenarnya sejak 1991, Tropenbos, NGO konservasi internasional, sudah mendirikan Proyek Konservasi Orangutan di Balikpapan dalam koordinasi dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan. 1994, lalu terbentuklah Perhimpunan Pecinta Orangutan Balikpapan (The Balikpapan Orangutan Society). 1998, komunitas tersebut kemudian berubah menjadi: Yayasan Penyelamatan Orangutan Balikpapan (The Balikpapan Orangutan Survival Foundation).

1999, akhirnya Yayasan Penyelamatan Orangutan Balikpapan diresmikan dan menandatangani MoU dengan Dirjen PHKA, Departemen Kehutanan Republik Indonesia. Sementara itu, hal yang sama juga terjadi di Nyaru Menteng, Palangka Raya, berkat bantuan Lone Droscher-Nielsen, aktifis konservasi asal Denmark. 2003, barulah kemudian nama BOSF digunakan. Setelah lebih dari sepuluh tahun beroperasi, barulah sejak awal tahun 2012, BOSF mulai melepasliarkan lebih dari 200 individu orangutan hingga sekarang. Saat ini BOSF merehabilitasi sekitar 750 individu orangutan yang diperoleh dari sejumlah sumber ; dari kebakaran hutan, peliharaan manusia, hingga tangkapan penyelundupan.

Orangutan pun mulai semakin memiliki masa depan lebih baik. Namun perjalanan ini tetap tak mulus. Tetap ada beberapa pihak oknum berseragam ‘kepentingan’. Oknum pemerintah yang mestinya punya tanggung jawab utama dalam konservasi, malah berbuat ulah yang mengganggu proses rehabilitasi orangutan.
Juga tentang pendanaan, rupiah yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk hal ini relatif kecil dibanding donasi dari berbagai penjuru dunia yang terkumpul. BOSF memiliki partner di sejumlah Negara-negara Eropa, Asia, dan Australia untuk penggalangan dana.

Tentu, pemerintah mempunyai skala prioritas dalam penyusunan anggaran. Konservasi masih berada di peringkat bawah dalam prioritas itu. Tapi setidaknya dengan sudah didukung NGO, mestinya ikut pemerintah mendukung sepenuhnya hal ini, bukan setengah-setengah, apalagi acuh dan sampai malah menghambat. Adalah konflik kepentingan dengan Dinas Pariwisata salah satunya yang terjadi hari ini.

Dinas pariwisata menginginkan area yang menjadi tempat rehabilitasi orangutan sebagai objek wisata, sementara hal ini sangat bertentangan dengan objektif rehabilitasi yang bertujuan mengurangi seoptimal mungkin interaksi orangutan dengan manusia, agar mereka siap untuk dilepasliarkan. Terlihat disini ada miskoordinasi antar elemen dalam pemerintahan. Hal-hal semacam inilah yang masih menjadi kerikil dalam penyelamatan sang pemelihara hutan.

Jika orang beneran-nya malah terus menebar kerikil, maka orangutan-lah memang yang pantas diselamatkan.

Tulisan ini dirilis di Okezone.com 18 Februari 2014 dan Kalteng Pos 20 Februari 2014

No comments:

Post a Comment