Monday, August 29, 2016

Investasi alternatif energi terbarukan


Biogas rumah di Bali


Beberapa waktu lalu Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai bahwa menurunnya produksi energi fosil di Indonesia harus dilihat sebagai peluang untuk mengembangkan sumber-sumber energi baru terbarukan (EBT). Indonesia termasuk salah satu negara dengan tingkat pertumbuhan konsumsi energi terbesar di dunia, mencapai 7 persen per tahun. Sementara itu, produksi minyak Indonesia terus mengalami penurunan rata-rata 2,1 persen per tahun periode 1992-2013. Dan kini laju penurunannya semakin tajam, sehingga mendorong pemerintah untuk mencari solusi energi.

Dengan kata lain, pemerintah harus segera mempercepat pembangunan dan mendukung investasi di sektor EBT. Misalnya, dengan memberikan insentif menarik, dukungan regulasi yang berpihak pada investasi tersebut, dan juga fasilitas fiskal memadai, mengingat nilai investasi sektor EBT sangat besar. Saat ini Indonesia memiliki potensi energi baru dan terbarukan mencapai 176,01 Gigawatt. Angka itu terdiri dari energi bayu/angin sebesar 950 Megawatt, tenaga surya 11 Gigawatt, tenaga air 75 Gigawatt, energi biomasa 32 Megawatt, biofuel 32 Megawatt, energi laut 60 Gigawatt dan panas bumi 29 Gigawatt.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan realisasi investasi di sektor EBT pada 2016 akan melebihi target US$ 1,37 miliar. Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Rida Mulyana mengatakan, meski terjadi perlambatan perekonomian global dan beberapa hambatan, iklim investasi sektor energi baru terbarukan di Indonesia tetap menarik. Sampai akhir Juni lalu, realisasi investasi di sektor ini mencapai US$ 867 juta atau 63,5%  dari target. Realisasi investasi di sektor panas bumi tercatat sebesar US$ 56 juta atau 58,3% dari target US$ 96 juta, bioenergi sebesar US$ 28,9 juta atau 93,2% dari target US$ 31 juta dan aneka energi baru terbarukan lainnya hanya US$ 180 ribu atau 18% dari target US$ 1 juta.

Pemerintah optimistis investasi sektor energi baru terbarukan ini dapat digenjot pada semester kedua 2016 ini. Di Sumatra Barat, sektor energi terbarukan menjadi incaran investor untuk menanamkan modalnya dikarenakan potensi sektor energi daerah itu yang terbilang besar. Gubernur setempat menyebutkan sejumlah perusahaan sudah menunjukkan minat untuk berinvestasi di daerah itu dengan melakukan eksplorasi. Namun, ketergantungan pada investor besar mungkin bukan solusi berkelanjutan bagi pengembangan EBT di Indonesia.

Sektor pertanian menjadi salah satu sektor potensial untuk terhubung dengan EBT.  Ada sejumlah sumber pendanaan alternatif bagi EBT di sektor ini, diantaranya adalah kredit mikro, pinjaman lunak, hibah dan subsidi, dan kombinasi antar berbagai sumber tersebut melalui kerjasama masyarakat, swasta dan sektor publik. Sejumlah institusi kredit mikro dari luar negeri pun sekarang mulai melirik untuk investasi membangun nexus energi-pertanian.

Intervensi energi terbarukan pada usaha pertanian dan makanan termasuk soal pengenalan teknologi energi terbarukan atau langkah-langkah efisiensi energi, yang dapat meningkatkan intensitas energi. Setiap tahapan dalam rantai nilai pertanian memiliki tantangan yang berbeda untuk melakukan efisiensi energi, efektifitas biaya dan meminimalisir ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Dengan pendekatan rantai nilai, hal ini menjadi bukti bagaimana nilai dari produk makanan cenderung meningkat dikarenakan proses dan inputnya membutuhkan konsumsi energi yang lebih. Intervensi energi mempertimbangkan jarak dari sistem irigasi energi solar ke pendinginan dan fasilitas penyimpanan dingin, dan juga dari penggunaan residu untuk produksi energi ke energi panas bumi untuk pengolahan makanan.

Sebelum melakukan analisis cost-benefit ekonomi dan keuangan, investasi harus disesuaikan ke dalam kerangka teknis, sosial, institusi dan ekonomi, untuk mengetahui hambatan dan kendala yang akan dihadapi. Langkah pertama adalah identifikasi dan menjelaskan skenario patokan dan skenario investasi. Lalu langkah kedua yaitu memprediksi hasil investasi, termasuk modal dan biaya operasi, serta keuntungan lain yang terukur.

Berikutnya, aliran bersih tambahan proyek harus ditentukan dari membandingkan biaya dan keuntungan proyek dengan biaya dan keuntungan skenario patokan. Komponen tersebut akan menghitung indikator profitabilitas keuangan proyek. Selanjutnya adalah mengkonversi harga pasar ke dalam harga bayangan, hal ini menghapus  biaya seperti pajak dan subsidi, dan mengukur eksternalitas positif dan negatif untuk menghitung arus kegiatan ekonomi. Langkah lain yang juga bisa melengkapi adalah analisis sensitivitas untuk mengetahui resiko utama dan ketidakpastian yang dapat mempengaruhi proyek yang diajukan.

Proyek energi bersih dibedakan antara sistem on-grid dan off-grid. Sistem energi grid terikat dapat menggunakan grid sebagai cadangan jika sumber energi terbarukan tidak tersedia untuk sementara. Selain itu, jika ada feed-in tariff, pendapatan dari proyek energi dapat diperoleh dengan memasok listrik ke grid.

Sistem off-grid adalah sistem energi desentralisasi yang tidak terhubung pada grid nasional. Sistem ini memiliki potensi yang besar khususnya bagi daerah terpencil, dan juga dapat memenuhi kebutuhan individu rumah tangga atau seluruh warga. Sistem off-grid energi terbarukan yang banyak ditemui adalah sistem solar rumah, biogas, pemanas air solar, tenaga angin skala kecil dan pembangkit listrik mikro hidro. Pilihan lain adalah teknologi gasifikasi untuk merubah biomassa menjadi listrik, panas dan biofuel. Bahan baku bagi gasifikasi ini bisa menggunakan limbah pertanian seperti sekam padi.

Untuk kesan pertama profitabilitas, proyek harus menjumlahkan semua faktor yang membentuk total pendapatan dan total biaya, dan membandingkan hasilnya. Dengan menerapkan metode penganggaran modal, hasil yang lebih baik akan dapat dicapai.

Dalam kasus biogas skala kecil, kelayakan ekonominya bergantung pada ketersediaan material organik, jenis produk akhir dan permintaan pasarnya. Pendapatan didapat dari penjualan produk akhir dan selisih biaya dengan penggunaan bahan bakar sebelumnya. Investasi awal merupakan bagian utama dari total biaya. Untuk solar dryer, profitabilitas bergantung utamanya pada permintaan dan harga pasar untuk buah kering dan sayuran, serta jenis pangan lainnya. Untuk biaya, investasi awal dan biaya tambahan selama operasi harus dipertimbangkan.

Investasi EBT tidak hanya akan membantu melengkapi kebutuhan energi Indonesia, namun juga akan membantu upaya Indonesia mewujudkan langkah konkrit komitmen pemerintah terhadap Konferensi perubahan iklim (COP) 21 di Paris lalu untuk melakukan mitigasi terhadap perubahan iklim. Komitmen ini membutuhkan peran banyak pihak, tak hanya pemerintah, namun juga non state actors, seperti pelaku bisnis, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta akademisi dan peneliti.


Tulisan ini dipublish di Selasar

No comments:

Post a Comment